Hosting dan Domain Termurah di Indonesia

http://www.niagahoster.co.id/ref/14685
Internet di zaman sekarang sudah tidak asing lagi bagi kita semua bahkan di desa-desa rata-rata sudah banyak yang menggunakan internet. Sekarang Handphone jika tidak menggunakan internet disebut Handphone yang Jadul alias ketinggalan zaman. Jualan juga bisa dilakukan lewat internet sehingga pasar yang di jangkau menjadi luas. Ada salah satu perusahaan penyedia layanan hosting dan domain di Indonesia yang menyewakan hosting dan domain dengan harga murah bahkan sangat murah yaitu NIAGAHOSTER.CO.ID disamping harganya murah juga pelayanannya menyenangkan. Setelah kemarin saya punya pengalaman dengan perusahaan hosting dan domain yang ada di jogja karena custemer servicenya kurang mengenakkan dalam pelayanannya serta kalau kita butuh tehcnical supportnya harus bayar lagi maka saya rekomendasikan untuk anda memilih NiagaHoster jika anda ingin menyewa hosting dan domain untuk bisnis anda di internet.  

http://www.niagahoster.co.id/ref/14685

Inilah 3 alasan mengapa harus memilih Niaga Hoster

 1. Unlimited Namun Terjangkau
Harga tampaknya masih menjadi alasan pertama para pengguna di Indonesia dalam memilih sebuah layanan hosting. Sebelum membeli, para pengguna membandingkan harga paket yang ditawarkan dengan layanan hosting unlimited lainnya. Kata kunci: Tanyakan diri Anda budget maksimal yang Anda miliki.
harga hosting
   
2. Bantuan Pelanggan 24/7
Dengan harga yang terjangkau bukan berarti para pengguna dapat mentolerir pelayanan yang buruk. Selain harga, calon pelanggan juga melihat apakah sebuah layanan menyediakan aktivasi hosting yang cepat serta bantuan pelanggan 24 jam. Kata kunci: Ajak bicara layanan pelanggan sebelum membeli.
bantuan pelanggan 24/7
  
   
3. Performa Server
Alasan lain adalah kecepatan akses dan performa server. Sebagian pengguna menguji kecepatan akses / ping ke server, mengecek uptime server, serta melihat spesifikasi server dan datacenter yang digunakan sebelum memutuskan untuk membeli. Kata kunci: Tanyakan spesifikasi dan lokasi server dan datacenter.

dan dapatkan kode kupon dari saya potongan senilai 25.000,- jika anda membeli hosting dari NiagaHoster

Kode Kuponnya adalah : NWSGIFT25RB


Silahkan Anda daftar Di Bawah Ini sebelum harganya naik karena sekarang ada diskon besar-besaran di Niagahoster :



Hosting Unlimited Indonesia  













Said Bin ‘Amir, Pemilik Kebesaran Di Balik Kesederhanaan

Siapa yang kenal nama ini, dan siapa pula di antara kita yang pernah mendengarnya sebelum ini…? Berat dugaan bahwa banyak di antara kita — kalau tidak semua —yang belum pernah mendengarnya sama sekali. Dan saya yakin bahwa Anda sekalian sekarang sama menunggu dan bertanya-tanya, siapakah kiranya Sa’id bin ‘Amir ini…?

Tentu! Saat ini akan Anda ketahui juga siapa dia tokoh tersebut….! Ia adalah salah seorang shahabat Rasulullah yang utama, walaupun namanya tidak seharum nama mereka yang telah terkenal. Ia adalah salah seorang yang taqwa dan tak hendak menonjolkan diri!

Mungkin ada baiknya kita kemukakan di sini bahwa ia tak pernah absen dalam semua perjuangan dan jihad yang dihadapi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Tetapi itu telah menjadi pola dasar kehidupan semua orang Islam. Tidak selayaknya bagi orang yang beriman akan tinggal berpangku tangan dan tidak hendak turut mengambil bagian dalam apa juga yang dilakukan Nabi, baik di arena damai maupun dalam kancah peperangan.

Sa’id menganut Islam tidak lama sebelum pembebasan Khaibar. Dan semenjak itu ia memeluk Islam dan bai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Seluruh kehidupannya, segala wujud dan citacitanya.dibaktikan kepada keduanya. Maka ketaatan dan kepatuhan, zuhud dan keshalihan, keluhuran dan ketinggian, pendeknya segala sifat dan tabi’at utama, mendapati manusia suci dan baik ini sebagai saudara kandung dan teman yang setia…!

Dan ketika kita berusaha hendak menemui dan menjajagi kebesarannya, hendaklah kita bersikap hati-hati dan waspada, hingga kita tidak terkecoh menyebabkannya lenyap atau lepas dari tangan…. Karena sewaktu pandangan kita tertumbuk pada Sa’id dalam kumpulan orang banyak, tidak suatu pun keistimewaan yang akan memikat dan mengundang perhatian kita. Mata kita akan melihat salah seorang anggota regu tentara dengan tubuh berdebu dan berambut yang kusut masai, yang baik pakaian maupun bentuk lahirnya tak sedikit pun bedanya dengan golongan miskin lainnya dari Kaum Muslimin…!

Seandainya yang kita jadikan ukuran itu pakaian dan rupa lahir, maka takkan kita jumpai petunjuk yang akan menyatakan siapa sebenarnya ia. Kebesaran tokoh ini lebih mendalam dan berurat akar daripada tersembul di permukaan lahir yang kemilau. la jauh tersembunyi di sana, di balik kesederhanaan dan kesahajaannya…. Tahukah Anda sekalian akan mutiara yang terpendam di perut lokan Nah, keadaannya boleh ditamsilkan dengan itu….

Ketika Amirul Mu’minin Umar bin Khatthab memecat Mu’awiyah dari jabatannya sebagai kepala daerah di Syria, ia menoleh kiri dan kanan mencari seseorang yang akan menjadi penggantinya. Dan sistim yang digunakan Umar untuk memilih pegawai dan pembantunya, merupakan suatu sistim yang mengandung segala kewaspadaan, ketelitian dan pemikiran yang matang. Sebabnya ialah karena ia menaruh keyakinan bahwa setiap kesalahan yang dilakukan oleh setiap penguasa di tempat Yang jauh sekali pun, maka yang akan ditanya oleh Allah swt. ialah dua orang: pertama Umar…, dan kedua baru penguasa Yang melakukan kesalahan itu….

Oleh sebab itu syarat-syarat yang dipergunakannya untuk menilai orang dan memilih para pejabat pemerintahan amat berat dan ketat serta didasarkan atas pertimbangan tajam dan sempurna, setajam penglihatan dan setembus pandangannya…. Di Syria ketika itu merupakan wilayah yang modern dan besar, sementara kehidupan di sana sebelum datangnya Islam mengikuti peradaban yang silih berganti, di samping ia merupakan pusat perdagangan yang penting dan tempat yang cocok untuk bersenang-senang…, hingga karena itu dan disebabkan hal itu ia merupakan suatu negeri yang penuh godaan dan rangsangan. Maka menurut pendapat Umar, tidak ada yang cocok untuk negeri itu kecuali seorang suci yang tidak dapat diperdayakan syetan manapun…, seorang zahid yang gemar beribadat, yang tunduk dan patuh serta melindungkan diri kepada Allah….

Tiba-tiba Umar berseru, katanya: “Saya telah menemukannya… ! Bawa ke sini Sa’id bin ‘Amir…!” Tak lama antaranya datanglah Sa’id mendapatkan Amirul Mu’minin yang menawarkan jabatan sebagai wali kota Homs. Tetapi Sa’id menyatakan keberatannya, katanya: “Janganlah saya dihadapkan kepada fitnah, wahai Amirul Mu’minin…!”

Dengan nada keras Umar menjawab: “Tidak, demi Allah saya tak hendak melepaskan Anda! Apakah tuan-tuan hendak membebankan amanat dan khilafat di atas pundakku lalu tuan-tuan meninggalkan daku.”

Dalam sekejap saat, Sa’id dapat diyakinkan. Dan memang kata-kata yang diucapkan Umar layak untuk mendapatkan hasil Yang diharapkan itu. Sungguh suatu hal yang tidak adil namanya bila mereka mengalungkan ke lehernya amanat dan jabatan sebagai khalifah, lalu mereka tinggalkan ia sebatang kara….

Dan seandainya seorang seperti Sa’id bin ‘Amir menolak untuk memikul tanggung jawab hukum, maka siapa lagi yang akan membantu Umar dalam memikul tanggung jawab yang amat berat itu…? Demikianlah akhirnya Sa’id berangkat ke Homs. Ikut bersamanya isterinya; dan sebetulnya kedua mereka adalah pengantin baru. Semenjak kecil isterinya adalah seorang wanita Yang amat cantik berseri-seri. Mereka dibekali Umar secukupnya, Ketika kedudukan mereka di Homs telah mantap, sang isteri bermaksud menggunakan haknya sebagai isteri untuk memanfaatkan harta yang telah diberikan Umar sebagai bekal mereka. Diusulkannya kepada suaminya untuk membeli pakaian yang layak dan perlengkapan rumah tangga, lalu menyimpan sisanya.

Jawab Sa’id kepada isterinya: “Maukah kamu saya tunjukkan yang lebih baik dari rencanamu itu? Kita berada di suatu negeri yang amat pesat perdagangannya dan laris barang jualannya. Maka lebih baik kita serahkan harta ini kepada seseorang yang akan mengambilnya sebagai modal dan akan memperkembangkannya…!”

“Bagaimana jika perdagangannya rugi?” tanya isterinya. “Saya akan sediakan borg atau jaminan”, ujar Sa’id. “Baiklah kalau begitu” kata isterinya pula. Kemudian Sa’id pergi ke luar, lalu membeli sebagian keperluan hidup dari jenis yang amat bersahaja, dan sisanya — yang tentu masih banyak itu — dibagi-bagikannya kepada faqir miskin dan orang-orang membutuhkan.

 Hari-hari pun berlalu, dan dari waktu ke waktu. isteri Sa’id menanyakan kepada suaminya soal perdagangan mereka dan bilakah keuntungannya hendak dibagikan. Semua itu dijawab oleh Sa’id bahwa perdagangan mereka berjalan lancar, sedang keuntungan bertambah banyak dan kian meningkat Pada suatu hari isterinya memajukan lagi pertanyaan serupa di hadapan seorang kerabat yang mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Sa’id pun tersenyum lalu tertawa yang menyebabkan timbulnya keraguan dan kecurigaan sang isteri. Didesaknyalah suaminya agar menceritakannya secara terus terang. Maka disampaikannya bahwa harta itu telah disedeqahkannya dari semula.

Wanita itu pun menangis dan menyesali dirinya karena harta itu tak ada manfaatnya sedikit pun, karena tidak jadi dibelikan untuk keperluan hidup dirinya, dan sekarang tak sedikit pun tinggal sisanya…. Sa’id memandangi isterinya, sementara air mata penyesalan dan kesedihan telah menambah kecantikan dan kemolekannya. Dan sebelum pandangan yang penuh godaan itu dapat mempengaruhi dirinya, Sa’id menujukan penglihatan bathinnya ke surga, maka tampaklah di sana kawan-kawannya yang telah pergi mendahuluinya, lalu katanya: “Saya mempunyai kawan-kawan yang telah lebih dulu menemui Allah… dan saya tak ingin menyimpang dari jalan mereka, walau ditebus dengan dunia dan segala isinya. Dan karena ia takut akan tergoda oleh kecantikan isterinya itu, maka katanya pula yang seolah-olah dihadapkan kepada dirinya sendiri bersama isterinya: “Bukankah kamu tahu bahwa di dalam surga itu banyak terdapat gadis-gadis cantik yang bermata jeli, hingga Andainya seorang saja di antara mereka menampakkan wajahnya di muka bumi, maka akan terang-benderanglah seluruhnya, dan tentulah cahayanya akan mengalahkan sinar matahari dan bulan… Maka mengurbankan dirimu demi untuk mendapatkan mereka, tentu lebih wajar dan lebih utama daripada mengurbankan mereka demi karena dirimu…! “ Diakhirinya ucapan itu sebagaimana dimulainya tadi, dalam keadaan tenang dan tenteram, tersenyum simpul dan pasrah… Isterinya diam dan maklum bahwa tak ada yang lebih utama? dan mengendalikan diri untuk mencontoh sifat zuhud dan ke taqwaannya…!

Dewasa itu Homs digambarkan sebagai Kufah kedua. Hal disebabkan sering terjadinya pembangkangan dan pendurhakaan penduduk terhadap para pembesar yang memegang kuasaan. Dan karena kota Kufah dianggap sebagai pelopor dalam soal pembangkangan ini, maka kota Homs diberi julukan bagai Kufah kedua. Tetapi bagaimanapun gemarnya orang-orang Homs ini menentang pemimpin-pemimpin mereka sebagai kita sebutkan itu, namun terhadap hamba yang shalih sebagai Sa’id, hati mereka dibukakan Allah, hingga mereka cinta dan taat kepadanya.

Pada suatu hari Umar menyampaikan berita kepada Said: “Orang-orang Syria mencintaimu…!” “Mungkin sebabnya karena saya suka menolong dan membantu mereka”, ujar Said. Hanya bagaimana juga cintanya warga kota Homs terhadap Said, namun adanya keluhan dan pengaduan tak dapat dielakkan…, sekurang-kurangnya untuk membuktikan bahwa Homs masih tetap menjadi saingan berat bagi kota Kufah di Irak…!

 Suatu ketika, tatkala Amirul Mu’minin Umar berkunjung ke Homs, ditanyakannya kepada penduduk yang sedang berkumpul lengkap: “Bagaimana pendapat kalian tentang Sa’id…?” Sebagian hadirin tampil ke depan mengadukannya. Tetapi rupanya pengaduan itu mengandung barkah, karena dengan demikian terungkaplah dari satu segi kebesaran pribadi tokoh kita ini, kebesaran yang amat menakjubkan serta mengesankan…

Dari kelompok yang mengadukan itu Umar meminta agar mereka mengemukakan titik-titik kelemahannya satu demi satu. Maka atas nama kelompok tersebut majulah pembicara yang mengatakan: “Ada empat hal yang hendak kami kemukakan:

Ia baru keluar mendapatkan kami setelah tinggi hari
Tak hendak melayani seseorang di waktu malam hari….
Setiap bulan ada dua hari di mana ia tak hendak keluar mendapatkan kami hingga kami tak dapat menemuinya….
Dan ada satu lagi yang sebetulnya bukan merupakan kesalahannya tapi mengganggu kami, yaitu bahwa sewaktu-waktu ia jatuh pingsan….”
Umar tunduk sebentar dan berbisik memohon kepada Allah, katanya: “Ya Allah, hamba tahu bahwa ia adalah hamba-Mu terbaik, maka hamba harap firasat hamba terhadap dirinya tidak meleset.”

Lalu Said dipersilahkan untuk membela dirinya, ia berkata: “Mengenai tuduhan mereka bahwa saya tak hendak keluar sebelum tinggi hari, maka demi Allah, sebetulnya saya tak hendak menyebutkannya. Keluarga kami tak punya khadam atau pelayan, maka sayalah yang mengaduk tepung dan membiarkannya sampai mengeram, lalu saya membuat roti dan kemudian wudlu untuk shalat dluha. Setelah itu barulah saya keluar mendapatkan mereka…! “Wajah Umar berseri-seri, dan katanya: “Alhamdulillah…. dan mengenai yang kedua?” Maka Sa’id pun melanjutkan pembicaraannya: “Adapun tuduhan mereka bahwa saya tak mau melayani mereka di waktu malam…, maka demi Allah saya benci menyebutkan sebabnya…! Saya telah menyediakan Siang hari bagi mereka, dan malam hari bagi Allah Ta’ala…! sedang ucapan mereka bahwa dua hari setiap bulan di mana saya tidak menemui mereka…, maka sebabnya sebagai saya katakan tadi — saya tak punya khadam yang akan mencuci pakaian, sedang pakaianku tidak pula banyak untuk dipergantikan. Jadi terpaksalah saya mencucinya dan menunggu sampai kering, hingga baru dapat keluar di waktu petang… Kemudian tentang keluhan mereka bahwa saya sewaktu-waktu jatuh pingsan… sebabnya karena ketika di Mekah dulu saya telah menyaksikan jatuh tersungkurnya Khubaib Al Anshari. Dagingnya dipotong-potong oleh orang Quraisy dan mereka bawa ia dengan tandu sambil mereka menanyakan kepadanya: “Maukah tempatmu ini diisi oleh Muhammad sebagai gantimu, sedang kamu berada dalam keadaan sehat wal ‘afiat…? Jawab Khubaib: Demi Allah, saya tak ingin berada dalam lingkungan anak isteriku diliputi oleh keselamatan dan kesenangan dunia, sementara Rasulullah ditimpa bencana, walau oleh hanya tusukan duri sekalipun… Maka setiap terkenang akan peristiwa yang saya saksikan itu, dan ketika itu saya masih dalam keadaan musyrik, lalu teringat bahwa saya berpangku tangan dan tak hendak mengulurkan pertolongan kepada Khubaib, tubuh saya pun gemetar karena takut akan siksa Allah, hingga ditimpa penyakit yang mereka katakan itu… .”

Sampai di sana berakhirlah kata-kata Sa’id, ia membiarkan kedua bibirnya basah oleh air mata yang suci, mengalir dari jiwanya yang shalih….

Mendengar itu Umar tak dapat lagi menahan diri dan rasa harunya, maka berseru karena amat gembira: “Alhamdulillah, karena dengan taufiq-Nya firasatku tidak meleset adanya…!” Lalu dirangkul dan dipeluknya Sa’id, serta diciumlah keningnya yang mulia dan bersinar cahaya….

Nah, petunjuk macam apakah yang telah diperoleh makhluq seperti ini…? Guru dari kaliber manakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu…? Dan sinar tembus seperti apakah Kitabullah itu…….. Corak sekolah yang telah memberikan bimbingan dan meniupkan inspirasi manakah Agama Islam ini…? Tetapi mungkinkah bumi dapat memikul di atas punggungnya jumlah yang cukup banyak dari tokoh-tokoh berkwalitas demikian? Sekiranya mungkin, tentulah ia tidak disebut bumi atau dunia lagi…. lebih tepat bila dikatakan Surga Firdausi….

Sungguh, ia telah menjadi Firdaus yang telah dijanjikan Allah! Dan karena Firdaus itu belum tiba waktunya, maka orang-orang yang lewat di muka bumi dan tampil di arena kehidupan dari tingkat tinggi dan mulia seperti ini amat sedikit dan jarang adanya… Dan Sa’id bin ‘Amir adalah salah seorang di antara mereka….

Uang tunjangan dan gaji yang diperolehnya banyak sekali, sesuai dengan kerja dan jabatannya, tetapi yang diambilnya hanyalah sekedar keperluan diri dan isterinya, sedang selebihnya dibagi-bagikan kepada rumah-rumah dan keluarga-keluarga lain yang membutuhkannya.

Suatu ketika ada yang menasihatkan kepadanya: Berikanlah kelebihan harta ini untuk melapangkan keluarga dan famili isteri Anda! Maka ujarnya: “Kenapa keluarga dan ipar besanku saja yang harus lebih kuperhatikan..,.? Demi Allah, tidak! Saya tak hendak menjual keridlaan Allah dengan kaum kerabatku!”

Memang telah lama dianjurkan orang kepadanya: “Janganlah ditahan-tahan nafqah untuk diri pribadi dan keluarga Anda, dan ambillah kesempatan untuk meni’mati hidup!”

Tetapi jawaban yang keluar hanyalah kata-kata yang senantiasa diulang-ulangnya: “Saya tak hendak ketinggalan dari rombongan pertama, yakni setelah saya dengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Allah ‘Azza wa Jalla akan menghimpun manusia untuk dihadapkan he pengadilan. Maka datanglah orang-orang miskin yang beriman, berdesak-desakkan maju he depan tak ubahnya bagai kawanan burung merpati. Lalu ada yang berseru kepada mereka: Berhentilah kalian untuk menghadapi perhitungan! Ujar mereka: Kami tak punya apa-apa untuk dihisab. Maka Allah pun berfirman: Benarlah hamba-hamba-Ku itu…! Lalu masuklah mereka he dalam surga sebelum orang-orang lain masuk.

Dan pada tahun 20 Hijriyah dengan lembaran yang paling bersih, dengan hati yang paling suci dan dengan kehidupan yang Paling cemerlang, Sa’id bin ‘Amir pun menemui Allah….

Telah lama sekali rindunya terpendam untuk menyusul rombongan perintis, yang hidupnya telah dinadzarkannya untuk memelihara janji dan mengikuti langkah mereka…. Sungguh, rindunya telah tiada terkira untuk dapat menjumpai Rasul yang menjadi gurunya, serta teman sejawatnya yang shalih dan suci….!

Maka sekarang la akan menemui mereka dengan hati tenang, jiwa yang tenteram dan beban yang ringan…. Yang tak ada beserta atau di belakangnya beban dunia atau harta benda yang akan memberati punggung atau menekan bahunya….

Tak ada yang dibawanya kecuali zuhud, keshalihan dan ketaqwaannya serta kebenaran jiwa dan budi baiknya…. Semua itu adalah keutamaan yang akan memberatkan daun timbangan, dan sekali-kali takkan memberatkan beban pikulan…!

Keistimewaan tersebut dipergunakan oleh pemiliknya untuk menggoncang dunia, dan dijadikan pegangan yang kokoh sehingga tak tergoyahkan oleh tipu daya dunia…!

 Selamat bahagia bagi Sa’id bin ‘Amir…! Selamat baginya, baik selagi hidup maupun setelah wafatnya…! Selamat, sekah lagi selamat, terhadap riwayat dan kenang-kenangannya. Serta selamat bahagia pula bagi Para shahabat Rasulullah yakni orang-orang mulia dan gemar beramal serta rajin beribadat…!





Sumber :  http://www.hasanalbanna.com/said-bin-amir-pemilik-kebesaran-di-balik-kesederhanaan/

Hukum Menggugurkan Kandungan Hasil Pemerkosaan

Pengantar
Pertanyaan penting ini saya terima ketika buku ini telah siap untuk dicetak. Yang mengajukan pertanyaan adalah Saudara Dr. Musthafa Siratisy, Ketua Muktamar Alami untuk Pemeliharaan Hak-hak Asasi Manusia di Bosnia Herzegovina, yang diselenggarakan di Zagreb ibu kota Kroasia, pada 18 dan 19 September 1992. Saya juga mengikuti kegiatan tersebut bersama Fadhilatus-Syekh Muhammad al-Ghazali dan sejumlah ulama serta juru dakwah kaum muslim dari seluruh penjuru dunia Islam.

Pertanyaan:
Dr. Musthafa berkata, “Sejumlah saudara kaum muslim di Republik Bosnia Herzegovina ketika mengetahui kedatangan Syekh Muhammad al-Ghazali dan Syekh al-Qardhawi, mendorong saya untuk mengajukan pertanyaan yang menyakitkan dan membingungkan yang disampaikan secara malu-malu oleh lisan para remaja putri kita yang diperkosa oleh tentara Serbia yang durhaka dan bengis, yang tidak memelihara hubungan kekerabatan dengan orang mukmin dan tidak pula mengindahkan perjanjian, dan tidak menjaga kehormatan dan harkat manusia.

Akibat perilaku mereka yang penuh dosa (pemerkosaan) itu maka banyak gadis muslimah yang hamil sehingga menimbulkan perasaan sedih, takut, malu, serta merasa rendah dan hina. Karena itulah mereka menanyakan kepada Syekh berdua dan semua ahli ilmu: apakah yang harus mereka lakukan terhadap tindak kriminalitas beserta akibatnya ini? Apakah syara’ memperbolehkan mereka menggugurkan kandungan yang terpaksa mereka alami ini? Kalau kandungan itu dibiarkan hingga si janin dilahirkan dalam keadaan hidup, maka bagaimana hukumnya? Dan sampai di mana tanggung jawab si gadis yang diperkosa itu?”

Jawaban:

Fadhilatus-Syekh al-Ghazali menyerahkan kepada saya untuk menjawab pertanyaan tersebut dalam sidang, maka saya menjawabnya secara lisan dan direkam agar dapat didengar oleh saudara-saudara khususnya remaja putri di Bosnia.

Saya pandang lebih bermanfaat lagi jika saya tulis jawaban ini agar dapat disebarluaskan serta dijadikan acuan untuk peristiwa-peristiwa serupa. Tiada daya (untuk menjauhi keburukan) dan tiada kekuatan (untuk melakukan ketaatan) kecuali dengan pertolongan Allah.
Kita kaum muslim telah dijadikan objek oleh orang-orang yang rakus dan dijadikan sasaran bagi setiap pembidik, dan kaum wanita serta anak-anak perempuan kita menjadi daging yang “mubah” untuk disantap oleh serigala-serigala lapar dan binatang-binatang buas itu tanpa takut akibatnya atau pembalasannya nanti.

Pertanyaan serupa juga pernah diajukan kepada saya oleh saudara-saudara kita di Eritrea mengenai nasib yang menimpa anak-anak dan saudara-saudara perempuan mereka akibat ulah tentara Nasrani yang tergabung dalam pasukan pembebasan Eritrea, sebagaimana yang diperbuat tentara Serbia hari ini terhadap anak-anak perempuan muslimah Bosnia yang tak berdosa.

Pertanyaan yang sama juga pernah diajukan beberapa tahun lalu oleh sekelompok wanita mukminah yang cendekia dari penjara orang-orang zalim jenis tagut di beberapa negara Arab Asia kepada sejumlah ulama di negara-negara Arab yang isinya: apa yang harus mereka lakukan terhadap kandungan mereka yang merupakan kehamilan haram yang terjadi bukan karena mereka berbuat dosa dan bukan atas kehendak mereka?

Pertama-tama perlu saya tegaskan bahwa saudara-saudara dan anak-anak perempuan kita, yang telah saya sebutkan, tidak menanggung dosa sama sekali terhadap apa yang terjadi pada diri mereka, selama mereka sudah berusaha menolak dan memeranginya, kemudian mereka dipaksa di bawah acungan senjata dan di bawah tekanan kekuatan yang besar. Maka apakah yang dapat diperbuat oleh wanita tawanan yang tidak punya kekuatan di hadapan para penawan atau pemenjara yang bersenjata lengkap yang tidak takut kepada Sang Pencipta dan tidak menaruh belas kasihan kepada makhluk? Allah sendiri telah menetralisasi dosa (yakni tidak menganggap berdosa) dari orang yang terpaksa dalam masalah yang lebih besar daripada zina, yaitu kekafiran dan mengucapkan kalimatul-kafri. Firman-Nya: “… kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa).” (QS. An-Nahl: 106)

Bahkan Al-Quran mengampuni dosa (tidak berdosa) orang yang dalam keadaan darurat, meskipun ia masih punya sisa kemampuan lahiriah untuk berusaha, hanya saja tekanan kedaruratannya lebih kuat. Allah berfirman setelah menyebutkan macam-macam makanan yang diharamkan: “… Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 173)

Dan Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah menggugurkan dosa dari umatku atas suatu perbuatan yang dilakukannya karena khilaf (tidak sengaja), karena lupa, dan karena dipaksa melakukannya.” [1]

Bahkan anak-anak dan saudara-saudara perempuan kita mendapatkan pahala atas musibah yang menimpa mereka, apabila mereka tetap berpegang teguh pada Islam –yang karena keislamannya lah mereka ditimpa bala bencana dan cobaan– dan mengharapkan ridha Allah Azza wa Jalla dalam menghadapi gangguan dan penderitaan tersebut. Rasulullah SAW bersabda: “Tiada seorang muslim yang menderita kelelahan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, atau kerisauan, bahkan gangguan yang berupa duri, melainkan Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan peristiwa-peristiwa itu.” [2]

Apabila seorang muslim mendapat pahala hanya karena dia tertusuk duri, maka bagaimana lagi jika kehormatannya dirusak orang dan kemuliaannya dikotori?

Karena itu saya nasihatkan kepada pemuda-pemuda muslim agar mendekatkan diri kepada Allah dengan menikahi salah seorang dari wanita-wanita tersebut, karena kasihan terhadap keadaan mereka sekaligus mengobati luka hati mereka yang telah kehilangan sesuatu yang paling berharga sebagai wanita terhormat dan suci, yaitu kegadisannya.

Adapun menggugurkan kandungan, maka telah saya jelaskan dalam fatwa terdahulu bahwa pada dasarnya hal ini terlarang, semenjak bertemunya sel sperma laki-laki dan sel telur perempuan, yang dari keduanya muncul makhluk yang baru dan menetap di dalam tempat menetapnya yang kuat di dalam rahim.

Maka makhluk baru ini harus dihormati, meskipun ia hasil dari hubungan yang haram seperti zina. Dan Rasulullah SAW telah memerintahkan wanita Ghamidiyah yang mengaku telah berbuat zina dan akan dijatuhi hukuman rajam itu agar menunggu sampai melahirkan anaknya, kemudian setelah itu ia disuruh menunggu sampai anaknya sudah tidak menyusu lagi –baru setelah itu dijatuhi hukuman rajam.

Inilah fatwa yang saya pilih untuk keadaan normal, meskipun ada sebagian fuqaha yang memperbolehkan menggugurkan kandungan asalkan belum berumur empat puluh hari, berdasarkan sebagian riwayat yang mengatakan bahwa peniupan ruh terhadap janin itu terjadi pada waktu berusia empat puluh atau empat puluh dua.

Bahkan sebagian fuqaha ada yang memperbolehkan menggugurkan kandungan sebelum berusia seratus dua puluh hari, berdasarkan riwayat yang masyhur bahwa peniupan ruh terjadi pada waktu.

Tetapi pendapat yang saya pandang kuat ialah apa yang telah saya sebutkan sebagai pendapat pertama di atas, meskipun dalam keadaan udzur tidak ada halangan untuk mengambil salah satu di antara dua pendapat terakhir tersebut. Apabila udzurnya semakin kuat, maka rukhshahnya semakin jelas; dan bila hal itu terjadi sebelum berusia empat puluh hari maka yang demikian lebih dekat kepada rukhshah (kemurahan/kebolehan).

Selain itu, tidak diragukan lagi bahwa pemerkosaan dari musuh yang kafir dan durhaka, yang melampaui batas dan pendosa, terhadap wanita muslimah yang suci dan bersih, merupakan udzur yang kuat bagi si muslimah dan keluarganya karena ia sangat benci terhadap janin hasil pemerkosaan tersebut serta ingin terbebas daripadanya. Maka ini merupakan rukhshah yang difatwakan karena darurat, dan darurat itu diukur dengan kadar.

Meskipun begitu, kita juga tahu bahwa ada fuqaha yang sangat ketat dalam masalah ini, sehingga mereka melarang menggugurkan kandungan meskipun baru berusia satu hari. Bahkan ada pula yang mengharamkan usaha pencegahan kehamilan, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan, ataupun dari kedua-duanya, dengan beralasan beberapa hadits yang menamakan nazl sebagai pembunuhan tersembunyi (terselubung). Maka tidaklah mengherankan jika mereka mengharamkan pengguguran setelah terjadinya kehamilan. Pendapat terkuat ialah pendapat yang tengah-tengah antara yang memberi kelonggaran dengan memperbolehkannya dan golongan yang ketat yang melarangnya.

Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa sel telur wanita setelah dibuahi oleh sel sperma laki-laki telah menjadi manusia, maka yang demikian hanyalah semacam majas (kiasan) dalam ungkapan, karena kenyataannya ia adalah bakal manusia.

Memang benar bahwa wujud ini mengandung kehidupan, tetapi kehidupan itu sendiri bertingkat-tingkat dan bertahap, dan sel sperma serta sel telur itu sendiri sebelum bertemu sudah mengandung kehidupan, namun yang demikian bukanlah kehidupan manusia yang telah diterapkan hukum padanya.

Karena itu rukhshah terikat dengan kondisi udzur yang muktabar (dibenarkan), yang ditentukan oleh ahli syara’, dokter, dan cendekiawan. Sedangkan yang kondisinya tidak demikian, maka tetaplah ia dalam hukum asal, yaitu terlarang.

Maka bagi wanita muslimah yang mendapatkan cobaan dengan musibah seperti ini hendaklah memelihara janin tersebut –sebab menurut syara’ ia tidak menanggung dosa, sebagaimana saya sebutkan di muka– dan ia tidak dipaksa untuk menggugurkannya. Dengan demikian, apabila janin tersebut tetap dalam kandungannya selama kehamilan hingga ia dilahirkan, maka dia adalah anak muslim, sebagaimana sabda Nabi SAW: “Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah.” [3]

Yang dimaksud dengan fitrah ialah tauhid, yaitu Islam. Menurut ketetapan fiqhiyah, bahwa seorang anak apabila kedua orang tuanya berbeda agama, maka dia mengikuti orang tua yang terbaik agamanya. Ini bagi orang (anak) yang diketahui ayahnya, maka bagaimana dengan anak yang tidak ada bapaknya? Sesungguhnya dia adalah anak muslim, tanpa diragukan lagi.

Dalam hal ini, bagi masyarakat muslim sudah seharusnya mengurus pemeliharaan dan nafkah anak itu serta memberinya pendidikan yang baik, jangan menyerahkan beban itu kepada ibunya yang miskin dan yang telah terkena cobaan. Demikian pula pemerintah dalam Islam, seharusnya bertanggung jawab terhadap pemeliharaan ini melalui departemen atau badan sosial tertentu. Dalam hadits sahih muttafaq ‘alaih, Rasulullah SAW bersabda: “Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawabannya.” [4]


Catatan kaki:
[1] HR Ibnu Majah dalam “ath-Thalaq,” juz 1, him. 659, hadits nomor 2045; disahkan oleh Hakim dalam kitabnya, juz 2, hlm. 198; disetujui oleh adz-Dzahabi; dan diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Sunan-nya, juz 7, hlm. 356
[2] HR Bukhari dalam “al-Mardha’ (dari kitab Shahih-nya), juz 10, hlm. 103, hadits nomor 5641 dan 5642.
[3] HR Bukhari dalam “al-Jana’iz,” juz 3, hlm. 245, hadits nomor 1385.
[4] HR Bukhari dalam “al-’Itq,” juz 5, hlm. 181, hadits nomor 2558, dan dalam “an-Nikah,” juz 9, hlm. 299, hadits nomor 5200.

Tentang Yusuf Qaradhawi

Cendekiawan Muslim yang lahir di Mesir, dan saat ini tinggal di Qatar. Dikenal sebagai seorang Mujtahid pada era modern saat ini. Sudah sangat banyak buku yang telah ditulisnya, antara lain Fiqih Zakat, Fiqih Jihad, Berinteraksi dengan Al-Quran, Umat Islam Abad ke-21, Retorika Islam, Fiqih Prioritas, Hakikat Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan, Halal Haram, dll.
http://www.qaradawi.net/


Pahala Shaum 6 Hari Syawal

Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih dari Abu Ayyub Radhiyallahu 'Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:
"Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh."
(H.R Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i dan Ibnu Majah)

Rasulullah telah menjelaskan lewat sabda beliau:

"Barangsiapa mengerjakan puasa enam hari bulan Syawal selepas 'Iedul Fitri berarti ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Dan setiap kebaikan diganjar sepuluh kali lipat."

Dalam sebuah riwayat berbunyi:

"Allah telah melipatgandakan setiap kebaikan dengan sepuluh kali lipat. Puasa bulan Ramadhan setara dengan berpuasa sebanyak sepuluh bulan. Dan puasa enam hari bulan Syawal yang menggenapkannya satu tahun."
(H.R An-Nasa'i dan Ibnu Majah dan dicantumkan dalam Shahih At-Targhib).

Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dengan lafazh:

"Puasa bulan Ramadhan setara dengan puasa sepuluh bulan. Sedang puasa enam hari bulan Syawal setara dengan puasa dua bulan. Itulah puasa setahun penuh."

Para ahli fiqih madzhab Hambali dan Syafi'i menegaskan bahwa puasa enam hari bulan Syawal selepas mengerjakan puasa Ramadhan setara dengan puasa setahun penuh, karena pelipat gandaan pahala secara umum juga berlaku pada puasa-puasa sunnat. Dan juga setiap kebaikan dilipat gandakan pahalanya sepuluh kali lipat.
Salah satu faidah terpenting dari pelaksanaan puasa enam hari bulan Syawal ini adalah menutupi kekurangan puasa wajib pada bulan Ramadhan. Sebab puasa yang kita lakukan pada bulan Ramadhan pasti tidak terlepas dari kekurangan atau dosa yang dapat mengurangi keutamaannya. Pada hari kiamat nanti akan diambil pahala puasa sunnat tersebut untuk menutupi kekurangan puasa wajib.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam :

"Amal ibadah yang pertama kali di hisab pada Hari Kiamat adalah shalat. Allah Ta'ala berkata kepada malaikat -sedang Dia Maha Mengetahui tentangnya-: "Periksalah ibadah shalat hamba-hamba-Ku, apakah sempurna ataukah kurang. Jika sempurna maka pahalanya ditulis utuh sempurna. Jika kurang, maka Allah memerintahkan malaikat: "Periksalah apakah hamba-Ku itu mengerjakan shalat-shalat sunnat? Jika ia mengerjakannya maka tutupilah kekurangan shalat wajibnya dengan shalat sunnat itu." Begitu pulalah dengan amal-amal ibadah lainnya." H.R Abu Dawud


Pahala shaum Ramadhan yang dilanjutkan dengan shaum enam hari di bulan Syawal menyamai pahala shaum satu tahun penuh, karena setiap hasanah (kebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya, sebagaimana telah disinggung dalam hadits Tsauban di atas.

Membiasakan shaum setelah Ramadhan memiliki banyak manfaat, di antaranya,

1. Shaum enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari shaum setahun penuh.

2. Shaum Syawal dan Sya’ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi Saw., di berbagai riwayat. Mayoritas shaum fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidaksempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.

3. Membiasakan shaum setelah Ramadhan menandakan diterimanya shaum Ramadhan, karena apabila Allah Swt., menerima amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan, "Pahala amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya." Oleh karenanya siapa yang mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama. Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.

4. Shaum Ramadhan -sebagaimana disebutkan di atas dapat mendatangkan maghfirah atas dosa-dosa masa lain. Orang yang bershaum Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada hari Raya ledul Fitri yang merupakan hari pembagian hadiah, maka membiasakan shaum setelah Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari pengampunan dosa-dosa.

Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya adalah dengan bershaum setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang membalas kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan shaum untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka shaumnya tidak akan terkabul, ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya kembali. Allah Swt., berfirman, "Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali." (An-Nahl: 92)

5. Dan di antara manfaat shaum enam hari bulan Syawal adalah amal-amal yang dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih hidup.

Orang yang setelah Ramadhan bershaum bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan fie sabilillah lantas kembali lagi. Sebab tidak sedikit manusia yang berbahagia dengan berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh dan lama bershaum Ramadhan.

Barangsiapa merasa demikian maka sulit baginya untuk bersegera kembali melaksanakan shaum, padahal orang yang bersegera kembali melaksanakan shaum setelah Idul Fitri merupakan bukti kecintaannya terhadap ibadah shaum, ia tidak merasa bosan, berat apalagi benci.

Seorang Ulama ditanya tentang orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah pada bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi, beliau berkomentar, "Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di bulan Ramadhan saja, padahal orang shalih adalah yang beribadah dengan sungguh-sunggguh di sepanjang tahun."

Oleh karena itu alangkah lebih baiknya jika orang yang memiliki hutang shaum Ramadhan memulai membayarnya di bulan Syawal, karena hal itu mempercepat proses pembebasan dirinya dari tanggungan hutangnya. Kemudian dilanjutkan dengan enam hari shaum Syawal, dengan demikian ia telah melakukan shaum Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal.

Amal perbuatan seorang mukmin itu tidak ada batasnya hingga maut menjemputnya. Allah Swt., berfirman, "Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)." (Al-Hijr: 99)

Dan perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan shaum sunnah serta sedekah yang dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt., pada bulan Ramadhan adalah disyari'atkan sepanjang tahun, karena hal itu mengandung berbagai macam manfaat, di antaranya; ia sebagai pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada fardhu, merupakan salah satu faktor yang mendatangkan mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba-Nya, sebab terkabulnya doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya dosa dan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan ditinggikannya kedudukan.





Sumber : http://www.pajagalan.com/2007/10/shaum-6-hari-di-bulan-syawal.html


Khilafah Islamiyah

Khilafah merupakan puncak kekuasaan tertinggi pada kepemimpinan publik dalam Islam dan pemangku jabatan tersebut digelari Khalifah yang berperan sebagai kepala tertinggi Daulah Islamiyyah. Khalifah diamanahkan tugas-tugas dan diberikan wewenang tertentu. Mengenai tugas dan wewenang Khalifah ini, telah dibahas secara detail oleh Al-Mawardi dan beberapa pakar hukum politik Islam lain dalam buku-buku mereka. Khilafah dalam terminologi lain dinamakan juga “Al-Imamah Al-Kubra” (Kepemimpinan Tertinggi) dan pemangku jabatan digelari Al-Imam, yang berperan sebagai pelindung Islam dari serangan dan invasi para musuh dan para pelaku bid’ah serta berfungsi juga sebagai pihak yang memiliki kewenangan menangani urusan-urusan perpolitikan dunia berlandaskan pada aturan-aturan Islam.
Dalam pemahaman beliau, Khilafah Islamiyyah merupakan syiar dan lambang kebanggaan Islam yang mesti menjadi bahan pemikiran dan perjuangan umat Islam supaya bisa dikembalikan lagi kejayaannya seperti sediakala, namun perjuangan untuk menerapkan kembali sistem pemerintahan seperti itu tentu memerlukan proses yang tidak singkat serta persiapan yang sangat matang.
Kita dapat menyimpulkan dari beberapa pandangan yang tertuang dalam tulisan-tulisan Imam Hasan Al-Banna terkait dengan problematika Khilafah Islamiyyah sebagai berikut: “Bahwa berdirinya Khilafah Islamiyyah mesti didahului oleh perjuangan memformulasikan berdirinya pemerintahan-pemerintahan Islam di negeri-negeri Islam di mana setiap anak bangsa berjuang supaya hukum syariat bisa tegak di negaranya. Kemudian baru setelah itu, masing-masing pemerintahan Islam ini menyatukan visi dan misi mereka guna mendirikan sebuah negara adidaya Islam tingkat dunia”.
Hal ini telah disinggung pula dalam rukun bai’at yang membahas tingkatan-tingkatan proses perubahan dan perbaikan yang dimulai dari individu sebagai satuan terkecil, lalu pembentukan keluarga Muslim, kemudian dilanjutkan dengan pembentukan bangsa Muslim dan pembebasan negara dari penjajahan asing, kemudian proses perbaikan dunia pemerintahan hingga menjadi pemerintahan yang benar-benar Islami. Baru setelah itu, perjuangan perebutan kembali kepemimpinan dunia di bawah kekuasaan Islam dengan jalan membebaskan semua bangsa-bangsa Islam dari segala tekanan dan penjajahan asing, mengembalikan kejayaan Islam, mengakrabkan kultur budaya bangsa-bangsa dan mengembalikan persatuan dan kesatuan umat yang akan berperan penuh dalam kejayaan kembali Khilafah Islamiyyah yang telah lama hilang.
Dalam kongres V Ikhwanul Muslimin, Imam Hasan Al-Banna menyampaikan ceramah dengan tema “Ikhwanul Muslimin dan Khilafah Islamiyyah”, di antara intisari ceramahnya beliau mengemukakan: “Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin menyakini bahwa Khilafah Islamiyyah merupakan simbol dari persatuan umat Islam dan visualisasi dari ikatan yang kokoh antar negara-negara Islam sedangkan Khalifah merupakan figur tempat bergantung penerapan hukum Islam”. Secara lengkap tingkatan proses perubahan dan perbaikan di atas diuraikan sebagai berikut:
1. Pembentukan kepribadian Islam
Individu muslim yang kita inginkan adalah individu yang memiliki karakteristik selamat aqidahnya, benar ibadahnya, mulia akhlaknya, kuat fisiknya, luas pemikirannya, giat berusaha, pejuang sejati, menjaga waktunya, teratur segala urusannya, senantiasa bermanfaat untuk orang lain, menjaga tata krama, mampu membimbing anggota keluarga dan masyarakat di sekitarnya kepada Islam. Selain itu juga individu yang mau menyebarkan dan membimbing masyarakat kepada jalan kebenaran, yang siap memerangi segala bentuk kemungkaran, mendukung segala bentuk kebaikan dan amar ma’ruf nahi mungkar, bersegera melakukan amal kebaikkan, berusaha membangun opini umum yang mendukung Islam, membebaskan negeri dari macam bentuk penjajahan baik ekonomi, sosial, politik, maupun budaya. Berusaha mewujudkan pemerintahan yang Islami, dan mengembalikan kekhilafahan yang telah lama hilang dengan mewujudkan persatuannya, mengembalikan kejayaannya, mendekatkan peradabannya dan menghimpun kalimatnya.
2. Terbentuknya rumah tangga Islami
Ustadz Hasan Al-Banna menjelaskan: ”Pembentukan keluarga muslim, yaitu dengan mengkondisikan keluarga agar menghargai fikrohnya, memelihara etika Islam dalam setiap aktivitas kehidupan rumah tangganya. Rumah tangga muslim harus beranggotakan orang-orang yang berpegang teguh kepada penampilan Islami, sekurang-kurangnya dalam kehidupan duniawi. Dalam hal wanita muslimah, hendaknya berpakaian rapi yang menutupi auratnya, dan anak-anak hendaknya dididik untuk itu dengan membiasakan cara hidup Islami dan ibu adalah pelopornya.
3. Terbentuknya masyarakat Islami
Masyarakat muslim yang kita kehendaki adalah masyarakat yang menyambut seruan-seruan kebaikan, berserah diri kepada Allah, memerangi kemungkaran, karakter Islam dan akhlak rabbani mewarnai seluruh sendi kehidupannya, seluruh konsep pemikiran dan sikapnya bersifat Islami serta bebas dari segala macam yang bertentangan dengan Islam Selain itu, akal pikiran, hati dan perasaan masyarakat juga harus Islami, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, hidupnya penuh kasih sayang, berlaku adil terhadap sesama, suka memberi ma’af dan bersilaturahim, senantiasa mematuhi perintah Allah dan menolak segala bentuk kedzaliman.
وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنتَصِرُونَ ﴿٣٩﴾
”Dan orang-orang yang apabila diperlakukan dengan dzalim mereka membela diri.” (QS. Asy-Syura: 39).
4. Terbentuknya pemerintahan Islam
Kita menghendaki tegaknya pemerintahan yang Islami di semua kawasan Islam. Syari’at Allah tidak mungkin tegak kecuali dengan tegaknya pemerintahan Islam. Oleh karena tujuan ini belum terlaksana, maka setiap muslim berkewajiban untuk bekerja keras dan berusaha memperbaiki pemerintahan agar pemerintahan tersebut mampu melaksanakan syari’at Islam, sehingga terbentuklah pemerintahan Islami yang menjalankan prinsip keadilan. Dalam perjalanan untuk menegakkan Daulah Islam dalam level dunia-tentunya-di samping menegakkan pemerintahan Islam di setiap negara sebagaimana konsep yang dikemukakan oleh Ustadz Hasan Al-Banna, ”Bentuk dan jenis pemerintahannya tidak menjadi persoalan sepanjang sesuai dengan kaidah-kaidah umum dalam pemerintahan Islam”, karena bentuk negara beraneka ragam seperti kerajaan, republik dan bentuk-bentuk negara lainnya. Kita harus membedakan antara kepemimpinan tertinggi Daulah Islam yang di satu sisi dan kepemimpinan lainnya di sisi yang lain.
Dalam kepemimpinan tertinggi Daulah Islam yang satu, kita terikat oleh teks-teks hukum dan perjalanan hidup Khulafaur Rasyidin. Oleh karena itu, kita memiliki satu pola yakni pola Khilafah atau Imamah. Sejarah menceritakan bahwa beragam pemerintahan Islam pernah tegak dengan penguasaan seorang sultan atau amir. Semua pemerintah Islam mengakui kesultanan dan kedaulatan khalifah atasnya. Telah menjadi tradisi yang berlaku sejak zaman Rasulullah Saw apabila seseorang masuk Islam, maka eksistensinya menjadi bertambah, dan bukannya berkurang. Jika ia masuk Islam dalam kapasitasnya sebagai penguasa, maka Islam akan mempertahankan kedudukannya itu. Karena itu pula, pembahasan kita kali ini membicarakan persoalan yang lain. Ustadz Hasan Al-Banna menjelaskan karakter pemerintahan Islam sebagai berikut: ”Pemerintahan Islam adalah pemerintahan yang para anggotanya orang-orang muslim, melaksanakan kewajiban, tidak bermaksiat secara terang-terangan, dan melaksanakan hukum-hukum Islam. Tidak mengapa menggunakan orang-orang non Islam sepanjang hanya menduduki jabatan umum. Bentuk dan jenis pemerintahannya tidak menjadi persoalan sepanjang sesuai dengan kaidah-kaidah umum dalam pemerintahan Islam. Di antara sifat-sifatnya adalah rasa tanggung jawab, kasih sayang kepada rakyat, bersikap adil sesama manusia, menahan diri dari harta rakyat, dan menghemat penggunaannya. Sedangkan kewajiban-kewajibannya antara lain, memelihara keamanan, melaksanakan undang-undang, menyebarkan pengajaran, mempersiapkan kekuatan, menjaga kesehatan masyarakat, memelihara kepentingan umum, mengembangkan kekayaan negara, menjaga keselamatan harta benda, meninggikan akhlak, dan menyampaikan dakwah. Memperbaiki pemerintahan sampai menjadi pemerintahan Islam yang sebenarnya, sehingga dapat memainkan perannya sebagai pelayan dan pekerja umat demi kemashlahatannya.”
5. Pembebasan negeri-negeri muslim
Ustadz Hasan Al-Banna menuliskan sebuah risalah, ”Daulah Islamiyyah yang kita kehendaki adalah Daulah yang memimpin negara-negara Islam dan menghimpun ragam kaum muslimin, mengembalikan keagungannya, serta mengembalikan wilayah yang telah hilang dan tanah air yang telah dirampas.” Hari ini kita masih melihat Irak, Iran, Palestina, Pakistan, bahkan Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya masih berada dalam kepungan kepentingan barat. Membebaskan negeri muslim dari belenggu penindasan sampai kembali memperoleh kedaulatannya baik dalam ekonomi, politik, sosial maupun budaya, dan aspek strategis lainnya. Untuk itu perlu ada gerakan perlawanan terhadap dominasi negara barat terhadap bumi Islam. Negara berideologi kapitalis, misalnya AS, konsepnya adalah menyebarkan sekularisme. Metodenya adalah penjajahan (imperialisme), yaitu pemaksaan dominasi politik, militer, budaya, dan ekonomi kepada bangsa-bangsa yang dikuasai untuk diekspolitasi. Sebaliknya, negara berideologi Islam (Khilafah), konsepnya adalah menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Metodenya adalah jihad fi sabilillah. Dalam praktiknya, konsep dan metode politik tersebut diterjemahkan ke dalam bentuk garis politik (khiththah siyasiyah) dan strategi politik (uslub siyasiy). Garis politik adalah politik umum yang dirancang guna mewujudkan salah satu tujuan yang dituntut oleh penyebaran ideologi atau oleh metode penyebaran ideologi. Adapun strategi politik adalah politik khusus mengenai salah satu bagian langkah yang mendukung perwujudan atau pengokohan garis politik. Contohnya, garis politik AS di Irak (2003) adalah menduduki Irak dengan atau tanpa legitimasi internasional, lalu mendirikan sebuah pemerintahan Irak yang akan mendapat legitimasi internasional (dengan resolusi PBB) dan legitimasi lokal (dari penduduk Irak). Strategi politik untuk mewujudkan legitimasi lokal itu adalah dengan melaksanakan Pemilu Irak. Kemudian pemerintahan hasil Pemilu ini akan diarahkan untuk memberikan persetujuannya terhadap pendudukan AS. Berbeda dengan konsep dan metode politik, garis dan strategi politik ini tidaklah tetap, tetapi dapat berubah-ubah. Contoh perubahan strategi politik adalah strategi AS di Dunia Islam. Pada tahun 50-an dan 60-an AS bertumpu pada revolusi-revolusi militer untuk menempatkan agen-agennya ke kursi kekuasaan. AS juga menggunakan bantuan-bantuan ekonomi seperti utang luar negeri serta apa yang dinamakan “pembangunan”. Sekarang, strategi AS bersandar pada solusi-solusi militer dan intimidasi serta kembali bersandar pada berbagai pakta dan pangkalan militer setelah sebelumnya tidak menggunakan cara-cara tersebut. Umat Islam tentu harus tahu cara untuk melawan konsep dan metode politik negara-negara barat, termasuk segala garis dan strategi politiknya.
Untuk menghancurkan garis dan strategi politik barat yang jahat, umat harus melakukan jihad siyasi (perjuangan politik) dengan jalan membongkar dan melawan berbagai garis dan strategi politik jahat itu. Adapun untuk menghancurkan konsep dan metode politik barat, umat harus melakukan gazhwul fikrî (perang pemikiran) dengan jalan memerangi dan mengecam sekularisme (konsep dasarnya) dan imperialisme (metodenya). Untuk itu kita perlu memahami posisi sebuah negara dalam peta politik internasional. Posisi internasional adalah struktur hubungan-hubungan internasional yang berpengaruh, atau keadaan yang melingkupi negara pertama dan negara-negara yang bersaing dengannya. Untuk memahami posisi internasional itu harus dipahami 4 (empat) tipologi negara berikut:
a. Negara pertama/utama (al-Daulah al-‘ula), yaitu negara yang paling berpengaruh terhadap politik internasional, seperti AS sekarang.
b. Negara pendukung/pengikut (al-Daulah al-tabi‘ah), yaitu negara yang terikat dengan negara lain dalam politik luar negerinya dan sebagian masalah dalam negerinya, seperti: Mesir terhadap AS dan Kazakhstan terhadap Rusia.
c. Negara satelit/mata-mata (al-Daulah allati fi al-falak), yaitu negara yang politik luar negerinya terikat dengan negara lain dalam ikatan kepentingan, bukan dalam ikatan sebagai pengikut. Contoh: Jepang terhadap AS; Australia terhadap AS dan Inggris; Kanada terhadap AS, Inggris, Singapura terhadap AS, dan Turki terhadap Inggris dan AS.
d. Negara independen (al-Daulah al-mustaqillah), yaitu negara yang mengelola politik dalam dan luar negerinya sesuai dengan kehendaknya sendiri atas dasar kepentingannya sendiri, seperti: Prancis, Cina, dan Rusia.
6. Tegaknya Daulah dan kekhilafahan Islam
Dalam kaitannya dengan ini Ustadz Hasan Al-Banna mengatakan, ”Semua negara Islam harus terbebas dari cengkraman asing”. Di atas wilayah yang telah bebas ini kemudian harus tertegak sebuah Daulah Islamiyyah yang bebas. Selanjutnya Imam Hasan Al-Banna berkata, ”Mengembalikan eksistensi Daulah Islam kepada umat Islam dengan membebaskan negaranya, menghidupkan keagungannya, mendekatkan peradabannya, menghimpun kalimatnya hingga semua itu mengantarkan kembalinya Khilafah Islamiyyah yang telah hilang dan persatuan yang dicita-citakan.” Semua ini adalah bagian dari kewajiban yang selama ini diabaikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Oleh karena itulah Imam Hasan Al-Banna menyerukan, ”Selama Daulah ini tidak tegak, maka semua umat Islam berdosa dan bertanggungjawab di hadapan Allah, mengapa mereka sampai lalai memperjuangkannya dan bersikap acuh tak acuh dalam penegakannya. Sungguh sebuah kedurhakaan terhadap nilai kemanusiaan bahwa dalam situasi yang membingungkan ini justru tegak suatu negara yang mengokohkan sistem nilai zhalim yang mempropagandakan seruan palsu, sementara tidak seorangpun mau berjuang untuk menegakkan negara yang haq, adil dan damai.”
Dalam perjuangan, setiap muslim, khususnya pengemban dakwah, yang ingin meraih kemenangan dalam menegakkan Islam melalui Khilafah Islamiyyah. Allah Swt. telah berjanji, bahwa Khilafah akan kembali tegak; bukan sembarang Khilafah, tetapi Khilafah yang berada pada metode kenabian (Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah), yaitu Khilafah sebagaimana yang dulu ditegakkan oleh para Sahabat, seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad,
“Akan berlangsung masa nubuwwah pada kalian menurut apa yang dikehendaki Allah, lalu Allah mengangkatnya ketika Ia menghendaki mengangkatnya. Kemudian akan berlangsung khilafah di atas minhaj nubuwwah menurut kelangsungan yang dikehendaki Allah, lalu Allah mengangkatnya ketika Ia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan berlangsung kerajaan yang menggigit menurut kelangsungan yang dikehendaki Allah. Lalu Allah akan mengangkatnya ketika Ia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan berlangsung kerajaan sewenang-wenang menurut kelangsungan yang dikehendaki Allah. Lalu Allah mengangkatnya ketika Ia menghendaki. Kemudian akan berlangsung khilafah di atas minhaj Nubuwwah. Lalu beliau diam.” (HR Ahmad).
Artinya, siapapun yang berharap agar pertolongan Allah datang, maka ia harus melangkahkan dirinya seperti para sahabat, minimal mendekati sikap dan perilaku mereka. Hal ini juga sesuai dengan penjelasan Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani, bahwa jalan untuk meraih pertolongan dan dukungan dari Allah adalah mendekatkan diri kepada-Nya. Pengertian Khilafah dengan gamblang dijelaskan oleh Ustadz Hasan Al Banna, ”Ikhwan meyakini bahwa Khilafah adalah lambang persatuan Islam dan fenomena ikatan antar bangsa muslim. Ia adalah simbol Islam yang kaum muslimin wajib memikirkannya dan menaruh perhatian untuk mewujudkannya.
Khilafah adalah pijakan bagi pemberlakuan hukum Islam, karena itu para sahabat lebih mendahulukan urusan ini dari pada urusan pemakaman jenazah Rasulullah Saw., hingga mereka menyelesaikan urusan itu dengan tuntas. Dengan itu Ikhwanul Muslimin menjadikan pemikiran Khilafah dan upaya untuk mengembalikan eksistensinya sebagai agenda utama dalam manhajnya. Bersamaan dengan itu Ikhwan juga meyakini bahwa ia membutuhkan banyak ”pengantar” yang harus diwujudkan.” (Muktamar Kelima). Dengan Khilafah maka syari’at Islam akan tegak dibumi ini. Asy-syatibi dalam Al-Muwaqat mengatakan bahwa hakikat diturunkan syari’at Islam (maqashid asy-syari’ah) adalah untuk menjaga agama (hifzu al-din), menjaga jiwa (hifzu al-nafs), menjaga akal (hifzu al-’aql), menjaga harta (hifzu al-maal), dan menjaga keturunan (hifzu al-nasab). Seperti yang termuat dalam firman-firman Allah sebagai berikut:
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ ﴿١٣﴾
”Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, Isa yaitu, ’tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada agama-Nya orang-orang yang kembali kepada-Nya” (QS Asy-Syura: 13).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٢٠٨﴾
”Hai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S Al-Baqarah: 208).
إِنَّا أَنزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُواْ لِلَّذِينَ هَادُواْ وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُواْ مِن كِتَابِ اللّهِ وَكَانُواْ عَلَيْهِ شُهَدَاء فَلاَ تَخْشَوُاْ النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَناً قَلِيلاً وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴿٤٤﴾
”Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat. Di dalamnya ada petunjuk dan cahaya. Dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh para nabi yang berserah diri kepada Allah dan oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka karena mereka diperintahkan untuk memelihara kitab-kitab Allah; mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu, janganlah kalian takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku. Janganlah kalian menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Siapa saja yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang Allah turunkan, mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS Al-Maidah: 44).
إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللّهُ وَلاَ تَكُن لِّلْخَآئِنِينَ خَصِيماً ﴿١٠٥﴾
”Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antar manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu.” (Q.S An-Nisaa’: 105).
Adalah jelas bahwa ayat-ayat di atas bersama sejumlah ayat lainnya mewajibkan penerapan hukum Allah dalam kehidupan muslim, tanpa memberikan peluang untuk penyimpangan darinya. Maka dari sisi ini pelaksanaan hukum Allah dalam kehidupan muslim adalah suatu yang mendesak untuk dilaksanakan. Dalam pembicaraan masalah Imamah atau Khalifah para ulama selalu menyertakan keterangan bahwa tujuan utamanya adalah menjamin terlaksananya semua aturan dan tertegaknya hukum-hukum Allah di masyarakat. Imam al-Haramain mengatakan, ”Imamah adalah kepemimpinan sempurna dan kekuasaan umum mencakup urusan khusus dan umum dalam urusan diin dan dunia. Tugasnya menjaga wilayah, menjaga rakyat dan menegakkan dakwah dengan hujjah dan pedang. Menolak ketakutan dan penganiayaan serta menolong orang-orang yang tertindas dari kaum dzalim. Mengambil hak-hak dari orang yang menolak menunaikannya dan menunaikannya kepada yang berhak.”
7. Kepemimpinan Islam tingkat dunia
Kepemimpinan tersebut mengatur dan mengurus negara-negara Islam, menghimpun umat Islam, berjuang mengembalikan kejayaan Islam, mengembalikan tanah-tanah kaum muslim yang telah dirampas dan negara-negara mereka yang direbut secara paksa. Kemudian mengibarkan bendera jihad dan panji dakwah Islam sehingga dunia merasakan kebahagiaan dengan ajaran-ajaran Islam. Banyak gerakan Islam yang berhenti pada tahap pendirian Khilafah dalam konsep kebangkitannya. Berbeda dengan Ikhwanul Muslimin, berawal dari sebuah pertanyaan kritis, setelah Khilafah berdiri, lalu apa yang akan kita lakukan? Hanya berdiri di sanakah? Tentu tidak. Masih ada kewajiban lagi, yaitu menjadikan peradaban Islam sebagai pusat peradaban dunia (Ustadziyatul ’Alam), sehingga cahaya Islam mampu menembus di belahan bumi lainnya dan Islam dimenangkan atas segala agama serta membimbing manusia sedunia dan negara-negara di luar pemerintahan Islam untuk bertauhid dan menjalankan amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini sesuai dengan firman-Nya,
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلّه فَإِنِ انتَهَوْاْ فَإِنَّ اللّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿٣٩﴾
”Perangilah mereka (orang-orang kafir itu) agar tidak ada lagi fitnah di muka bumi ini dan agar agama itu semata-mata bagi Allah.” (QS. Al-Anfal: 39) .
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ ﴿٩﴾
”Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar dia memenangkan-Nya di atas segala agama-agama, meskipun orang-orang musyrik benci.” (QS. As-shaff: 9).
يُرِيدُونَ أَن يُطْفِؤُواْ نُورَ اللّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللّهُ إِلاَّ أَن يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ ﴿٣٢﴾
”Dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya (Islam).” (QS. At-Taubah: 32).
Ketujuh rincian yang dikemukakan di atas, antara satu dan yang lainnya saling berkaitan. Tegaknya suatu pemerintahan Islam disuatu kawasan merupakan satu tahap untuk mengembalikan eksistensi Khilafah pada level internasional. Tahapan ini untuk mempersiapkan tahapan berikutnya, yakni persatuan Islam. Persatuan Islam juga merupakan tahapan untuk menuju tegaknya kekuatan Islam internasional. Tujuan utama dalam tahap ini adalah menegakkan Islam termasuk menegakkan rukun-rukun Islam, sistem politik, sosial, ekonomi, militer, akhlak, pendidikan, pengajaran dan penguatan peran media massa Islam. Termasuk juga di dalamnya yang mendukung Islam dari segi sumber daya manusia dan berbagai kelengkapanya. Karena tujuan itu wajib ditegakkan, maka sesuai dengan kaidah fiqih, semua aspek yang mendukung terwujudnya tujuan itu menjadi wajib pula hukumnya.
Begitulah Ikhwanul Muslimin meletakkan gagasan Khilafah Islamiyyah dan perjuangan mengembalikan kejayaannya sebagai salah satu target puncak manhaj yang dianut oleh jamaah ini. Bersamaan dengan itu, mereka meyakini bahwa proses perjuangan ini tentu membutuhkan persiapan-persiapan yang sangat matang serta setelah melewati tahapan-tahapan yang sangat panjang dan melelahkan. Perjuangan ini mesti diawali dengan kerjasama erat dan hubungan diplomasi antar negara-negara Islam dalam bidang pendidikan, kebudayaan, sosial dan perekonomian. Setelah itu diiringi dengan perjanjian-perjanjian kerjasama dan penandatanganan MOU, penyelenggaraan kongres-kongres, muktamar-muktamar dan seminar-seminar internasional antar negara-negara Islam di dunia. Setelah itu dilanjutkan dengan pembentukan liga bangsa-bangsa Islam tingkat dunia. Pasca terwujudnya semacam persatuan atau liga bangsa-bangsa Islam sedunia tersebut, barulah disana ditunjuk seorang Imam.
Islam mewajibkan kaum Muslimin untuk bersatu di bawah satu naungan kepemimpinan seorang Imam atau Kepala Negara Islam. Sedangkan kondisi terpecahnya umat Islam ke berbagai negara dengan kepala negaranya masing-masing merupakan kondisi yang tidak dibolehkan dalam Islam, karena bisa melahirkan bibit-bibit perpecahan antar berbagai negara Islam. Sedangkan Allah Ta’ala melarang perpecahan yang akan berakibat pada kegagalan, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah dalam QS. Al-Anfal ayat 46:
(وَلاَ تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ) [الأنفال: 46]
Artinya: “Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.”
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim, Rasulullah saw bersabda:
إِذَا بُوْيِعَ لِخَلِيْفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا اْلآخَرَ مِنْهُمَا
Artinya:”Jika terdapat dua orang khalifah (yang satu sah dan yang lain tandingan) yang dibai’at (diangkat), maka bunuhlah khalifah yang terakhir dibai’at (khalifah tandingan).”
Hadits di atas menetapkan secara tegas pengharaman pengangkatan lebih dari satu orang Imam yang akan memimpin umat Islam dan dalam hadits itu terdapat pula penjelasan kewajiban umat Islam untuk membunuh khalifah yang dibai’at terakhir, bila ia bersikukuh tidak mau turun dari jabatan kekhalifahan sebagai upaya menjaga persatuan umat Islam dan memerangi perpecahan dan perselisihan yang akan mengakibatkan umat Islam menjadi terbelah.
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dengan sanadnya sampai ke Abu Hurairah dari Nabi saw. Beliau bersabda:
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيْلَ تَسُوْسُهُمُ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لاَ نَبِيّ بَعْدِيْ، وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ فَتَكْثُرُ قَالُوا: فَمَا تَأْمُرُنَا؟ قَالَ: فوا بِبَيْعَةٍ الأَوَّل فَاْلأَوَّل، وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ
Artinya: “Dahulu kala Bani Israil dipimpin oleh para Nabi, setiap Nabi wafat, maka digantikan oleh Nabi sesudahnya. Dan sesungguhya tiada Nabi sesudahku (Muhammad), tetapi yang akan ada ialah para khalifah dan mereka banyak melakukan kesalahan. Para sahabat bertanya: “Apa yang Anda perintahkan kepada kami?”. Beliau menjawab: “Lakukanlah bai’at terhadap khalifah yang pertama, kemudian berikutnya (yakni khalifah yang diangkat pertama kali, bukan khalifah yang meraih kedudukan melalui kudeta, makar dan sebagainya) dan berikanlah kepada mereka hak-hak mereka.”
Fakta sejarah masa lalu maupun sekarang- mengungkap bahwa umat Islam telah melewati masa-masa suram yang melebihi kondisi perpecahan yang pernah menimpa dunia Islam ketika terbagi menjadi beberapa negara, begitupula hubungan diplomasi yang kurang harmonis, perasaan dengki, iri, pertikaian dan perpecahan antara Daulah Umaiyyah di Andalusia dengan Daulah ‘Abbasiyyah di Timur.

Formasi dan Struktur Negara dalam Islam
Imam Hasan Al-Banna menilai bahwa negara Islam harus berlandaskan pada tiga landasan kaidah pokok yang merupakan Struktur Dasar Sistem Pemerintahan Islam. Tiga landasan pokok tersebut adalah:
1. Pertanggung jawaban pemimpin terhadap Allah SWT dan terhadap rakyat.
2. Kesatuan umat Islam yang berlandaskan pada aqidah Islamiyyah.
Menghormati keinginan rakyat dengan melibatkan mereka dalam musyawarah, menerima usulan-usulan dan keputusan-keputusan mereka baik yang bersifat perintah (ma’ruf) maupun larangan (munkar).
Jika semua ketentuan dan syarat di atas telah terpenuhi dalam sebuah negara, di manapun dan apapun bentuk negara itu, maka negara tersebut telah sah dinamakan dengan negara Islam, karena yang jadi pertimbangan bukanlah sebutan (formalitas) dan bentuk negara.
Imam Hasan Al-Banna telah menerangkan secara detail tiga landasan kaidah pokok sistem pemerintahan Islam tersebut yang beliau simpulkan dari intisari pemahaman Al-Qur`an, Sunnah dan sejarah Khulafaur Rasyidin dan khalfah-khalifah sesudahnya seperti Umar bin Abdul ‘Aziz dari halaman 360-362 dalam risalah yang sama. Beliau juga menjelaskan bahwa landasan-landasan pokok tersebut telah teraplikasikan di era kepemimpinan Khulafaur Rasyidin.
Seorang yang meneliti dengan cermat mengenai bentuk, formasi dan struktur negara dalam Islam dengan pendekatan sejarah akan menemukan bahwa terkadang negara diistilahkan dengan Khilafah dan yang menduduki jabatannya dinamakan Khalifah, seperti yang terjadi pada era kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, adakalanya dinamakan Sulthanah (kesultanan) yang dijabat oleh seorang Sulthan, seperti yang terpakai pada era Daulah Utsmaniyyah, terkadang dengan menggunakan istilah Mamlakah (kerajaan) yang dipimpin oleh seorang Raja, serta adakalanya diberi nama Imamat yang dijabat oleh Amirul Mukminin. Dan yang terpenting adalah substansi dengan terpenuhinya landasan-landasan pokok sistem kepemimpinan Islam dan tidak terlalu penting jikalau kita mempersoalkan penamaan meskipun alangkah lebih baiknya distilahkan dengan Negara Islam dari pada dinamakan dengan negara Republik, negara kerajaan dan sebagainya.
Akhirnya, bagi ummat ini, khilafah adalah sistem terbaik, cara, bukan solusi, apalagi tujuan untuk merumuskan dan menjalankan solusi-solusi besar bagi permasalahan ummat, bahkan dunia. Maka khilafah bukanlah sesuatu yang instan menyelesaikan persoalan. Tak ada serta merta di sini. Kerja-kerja itu harus dimulai sejak sekarang. Tak hanya menyiapkan perangkat sistem tapi juga sumber daya pengelolanya. Seorang muslim yang mu’min lagi muttaqin. Seorang profesional yang muhsin, seorang shalih yang mushlih.
Sehingga sikap kita terhadap Khilafah ada dalam empat poin berikut ini.
1. Khilafah itu adalah satu keniscayaan Nubuwwat, realistis dan bukan utopia.
2. Khilafah itu memerlukan sebab, maka kewajiban kita adalah berpartisipasi dalam mengikhtiyarkan sebabnya, bukan menunggu berpangku tangan.
3. Khilafah itu bukan ‘solusi jadi’ atas permasalahan ummat, tetapi alat yang dipakai untuk merumuskan dan menjalankan solusi, maka dia membutuhkan banyak sekali perangkat.
4. Sumberdaya yang akan mengelola perangkat-perangkat dalam Khilafah haruslah:
Kapabel dan kredibel. Maka dibutuhkan tarbiyah yang membuat mereka tumbuh, berkembang, berdaya, terjaga, dan tertokohkan.
Kompeten. Maka dibutuhkan banyak kader dakwah yang terdidik ahli, spesialis berwawasan luas untuk mengisi kualifikasi di berbagai bidang pelayanan ummat.
Profesional dan Well-trained. Maka dibutuhkan banyak eksperimen, latihan, dan pembelajaran yang diperoleh melalui pengelolaan publik dalam organisasi dakwah, lembaga pelayanan, dan terlebih lagi institusi pemerintahan daerah maupun pusat.
Terorganisasi. Maka dibutuhkan satu amal jama’i yang menopang segala aktivitas persiapan menuju Khilafah.
Begitulah. Hingga nantinya, kata Hasan Al Banna, kita menyelesaikan tahap tugas Ustadziyatul ‘Alaam. Khilafah itu bukan berdiri angkuh atau berteriak nyaring di atas tahta dan mahkota, tetapi bekerja keras melayani dunia dan tersenyum ramah menjadi teladan semesta. Hingga nantinya ada satu titik di mana manusia tak bisa lagi membedakan pesona kebenaran Islam dengan pesona keagungan seorang muslim. Itulah kemenangan, dan Allah tempat memohon pertolongan.
(disusun dari berbagai sumber)

Abdullah Bin Mas'ud Yang Pertama Membaca Al Qur'an dengan Merdu

Sebelum Rasulullah masuk ke rumah Arqam, Abdullah bin Mas’ud telah beriman kepadanya dan merupakan orang keenam yang masuk Islam dan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Dengan demikian ia termasuk golongan yang mula pertama masuk Islam ….

Pertemuannya yang mula-mula dengan Rasulullah itu diceritakannya sebagai berikut,


“Ketika itu saya masih remaja, menggembalakan kambing kepunyaan ‘Uqbah bin Muaith.

Tiba-tiba datang NabiShallallahu “Alaihi wa Sallam bersama Abu Bakar, dan sertanya, “Hai nak, apakah kamu punya susu untuk minuman kami?”. “Aku orang kepercayaan” ujarku”, “dan tak dapat memberi anda berdua minuman …!”

Maka sabda NabiShallallahu “Alaihi wa Sallam, “Apakah kamu punya kambing betina mandul, yang belum dikawini oleh yang jantan… ?” “Ada”, ujarku. Lalu saya bawa ia kepada mereka. Kambing itu diikat kakinya oleh Nabi lalu disapu susunya sambil memohon kepada Allah. Tiba-tiba susu itu berair banyak …. Kemudian Abu Bakar mengambilkan sebuah batu cernbung yang digunakan Nabi untuk menampung perahan susu. Lalu Abu Bakar pun minumlah, dan saya pun tidak ketinggalan…. Setelah itu Nabi menitahkan kepada susu, “Kempislah!”, maka susu itu menjadi kempis ….

Setelah peristiwa itu saya datang menjumpai Nabi, kataku, “Ajarkanlah kepadaku kata-kata tersebut!”Ujar NabiShallallahu “Alaihi wa Sallam, “Engkau akan menjadi seorang anak yang terpelajar!”

Alangkah heran dan takjubnya Ibnu Mas’ud ketika menyaksikan seorang hamba Allah yang shalih dan utusan-Nya yang dipercaya memohon kepada Tuhannya sambil menyapu susu hewan yang belum pernah berair selama ini, tiba-tiba mengeluarkan kurnia dan rizqi dari Allah berupa air susu murni yang enak buat diminum…!

Pada sa’at itu belum disadarinya bahwa peristiwa yang disaksikannya itu hanyalah merupakan mu’jizat paling enteng dan tidak begitu berani, dan bahwa tidak berapa lama lagi dari Rasulullah yang mulia ini akan disaksikannya mu’jizat yang akan menggoncangkan dunia dan memenuhinya dengan petunjuk serta cahaya ….

Bahkan pada saat itu juga belum diketahuinya, bahwa dirinya sendiri yang ketika itu masih seorang remaja yang lemah lagi miskin, yang menerima upah sebagai penggembala kambing milik ‘Uqbah bin Mu’aith, akan muncul sebagai salah satu dari mu’jizat ini, yang setelah ditempa oleh Islam menjadi seorang beriman, akan mengalahkan kesombongan orang-orang Quraisy dan menaklukkan kesewenangan para pemukanya ….

Maka ia, yang selama ini tidak berani lewat di hadapan salah seorang pembesar Quraisy kecuali dengan menjingkatkan kaki dan menundukkan kepala, di kemudian hari setelah masuk Islam, ia tampil di depan majlis para bangsawan di sisi Ka’bah, sementara semua pemimpin dan pemuka Quraisy duduk berkumpul, lalu berdiri di hadapan mereka dan mengumandangkan suaranya yang merdu dan membangkitkan minat, berisikan wahyu Illahi al-Quranul Karim,

Bismillahirrahmanirrahim ….

Allah Yang Maha Rahman. – -.

Yang telah mengajarkan al-Quran …. Menciptakan insan ….

Dan menyampaikan padanya penjelasan Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan ….

Sedang bintang dan kayu-kayuan sama sujud kepada Tuhan ….

Lalu dilanjutkannya bacaannya, sementara pemuka-pemuka Quraisy sama terpesona, tidak percaya akan pandangan mata dan pendengaran telinga mereka …. dan tak tergambar dalam fikiran mereka bahwa orang yang menantang kekuasaan dan kesombongan mereka… , tidak lebih dari seorang upahan di antara mereka, dan penggembala kambing dari salah seorang bangsawan Quraisy…. yaitu Abdullah bin Mas’ud, seorang miskin yang hina dina

Marilah kita dengar keterangan dari saksi mata melukiskan peristiwa yang amat menarik dan mena)ubkan itu! Orang itu tiada lain dari Zubair r.a. katanya,

 “Yang mula-mula menderas al-Quran di Mekah setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ialah Abdullah bin Masud r.a. Pada





suatu hari para shahabat Rasulullah berkumpul, kata mereka, “Demi Allah orang-orang Quraisy belum lagi mendengar sedikit pun al-Quran ini dibaca dengan suara keras di hadapan mereka ….

Nah, siapa di antara kita yang bersedia memperdengarkannya kepada mereka …. ?”

Maka kata Ibnu Masud, “Saya.”

Kata mereka, “Kami khawatir akan keselamatan dirimu! Yang kami inginkan ialah seorang laki-laki yang mempunyai kerabat yang akan mempertahankannya dari orang-orang itu jika mereka bermaksud jahat…. “

 “Biarkanlah saya!” kata Ibnu Masud pula, “Allah pasti membela”. Maka datanglah Ibnu Mas’ud kepada kaum Quraisy di waktu dluha, yakni ketika mereka sedang berada di balai pertemuannya ….

Ia berdiri di panggung lalu membaca

Bismillahirrahmanirrahim, dan dengan mengeraskan suaranya, Arrahman ‘allamal Quran ….

Lalu sambil menghadap kepada mereka diteruskanlah bacaannya. Mereka memperhatikannya sambil sertanya sesamanya, “Apa yang dibaca oleh anak si Ummu ‘Abdin itu… ? Sungguh, yang dibacanya itu ialah yang dibaca oleh Muhammad!”

Mereka bangkit mendatangi dan memukulinya, sedang Ibnu Mas’ud meneruskan bacaannya sampai batas yang dikehendaki Allah…. Setelah itu dengan muka dan tubuh yang babak-belur ia kembali kepada para shahabat. Kata mereka, “Inilah yang kami khawatirkan terhadap dirimu ….

Ujar Ibnu Ma’sud, “Sekarang ini tak ada yang lebih mudah bagiku dari menghadapi musuh-musuh Allah itu! Dan seandainya tuan-tuan menghendaki, saya akan mendatangi mereka lagi dan berbuat hal yang sama esok hari ….!”

Ujar mereka, “Cukuplah demikian! Kamu telah membacakan kepada mereka barang yang menjadi tabu bagi mereka!”

Benar, pada saat Ibnu Mas’ud tercengang melihat susu kambing tiba-tiba berair sebelum waktunya, belum menyadari bahwa ia bersama kawan-kawan senasib dari golongan miskin tidak berpunya, akan menjadi salah satu mu’jizat besar dari Rasulullah, yakni ketika mereka bangkit memanggul panji-panji Allah dan menguasai dengannya cahaya Siang dan sinar matahari. Tidak diketahuinya bahwa saat itu telah dekat… Kiranya secepat itu hari datang dan lonceng waktu telah berdentang, anak remaja buruh miskin dan terlunta-lunta serta-merta menjadi suatu mu’jizat di antara berbagai mu’jizat Rasulullah ….!

Dalam kesibukan dan berpacuan hidup, tiadalah ia akan menjadi tumpuan mata…. Bahkan di daerah yang jauh dari kesibukan pun juga tidak….! Tak ada tempat baginya di kalangan hartawan, begitu pun di dalam lingkungan ksatria yang gagah perkasa, atau dalam deretan orang-orang yang berpengaruh.

Dalam soal harta, ia tak punya apa-apa, tentang perawakan ia kecil dan kurus, apalagi dalam soal pengaruh, maka derajatnya jauh di bawah…. Tapi sebagai ganti dari kemiskinannya itu, Islam telah memberinya bagian yang melimpah dan perolehan yang cukup dari perbendaharaan Kisra dan simpanan Kaisar. Dan sebagai imbalan dari tubuh yang kurus dan jasmani yang lemah, dianugerahi-Nya kemauan baja yang dapat menundukkan para adikara dan ikut mengambil bagian dalam merubah jalan sejarah. Dan untuk mengimbangi nasibnya yang tersia terlunta-lunta, Islam telah melimpahinya ilmu pengetahuan, kemuliaan serta ketetapan, yang menampilkannya sebagai salah seorang tokoh terkemuka dalam sejarah kemanusiaan ….

Sungguh, tidak meleset kiranya pandangan jauh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika beliau mengatakan kepadanya, “Kamu akan menjadi seorang pemuda terpelajar”. Ia telah diberi pelajaran oleh Tuhannya hingga menjadi faqih atau ahli hukum ummat MuhammadShallallahu “Alaihi wa Sallam, dan tulang punggung para huffadh al-Quranul Karim.

Mengenai dirinya ia pernah mengatakan,

“Saya telah menampung 70 surat al-Quran yang kudengar langsung dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tiada seorang pun yang menyaingiku dalam hal ini ……

Dan rupanya Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya anugerah atas keberaniannya mempertaruhkan nyawa dalam mengumandangkan al-Quran secara terang-terangan dan menyebarluaskannya di segenap pelosok kota Mekah di saat siksaan dan penindasan merajalela, maka dianugerahi-Nya bakat istimewa dalam membawakan bacaan al-Quran dan kemampuan luar biasa dalam memahami arti dan maksudnya.

Rasulullah telah memberi washiat kepada para shahabat agar mengambil Ibnu Mas’ud sebagai teladan, sabdanya,

“Berpegang-teguhlah kepada ilmu yang diberikan oleh Ibnu Ummi ‘Abdin.!”

Diwashiatkannya pula agar mencontoh bacaannya, dan mempelajari cara membaca al-Quran daripadanya. Sabda NabiShallallahu “Alaihi wa Sallam,

“Barang siapa yang ingin hendak mendengar al-Quran tepat seperti diturunkan, hendaklah ia mendengarkannya dari Ibnu Ummi ‘Abdin …!

Barang siapa yang ingin hendak membaca al-Quran tepat seperti diturunkan, hendaklah ia membacanya seperti bacaan Ibnu Ummi ‘Abdin …!”

Sungguh, telah lama Rasulullah menyenangi bacaan al-Quran dari mulut Ibnu Mas’ud Pada suatu hari ia memanggilnya sabdanya,

“Bacakanlah kepadaku, hai Abdullah!”

“Haruskah aku membacakannya pada anda, wahai Rasulullah…

Jawab Rasulullah, “Saya ingin mendengarnya dari mulut orang lain”

Maka Ibnu Mas’ud pun membacanya dimulai dari surat an-Nisa, hingga sampai pada firman Allah Ta’ala,

Maka betapa jadinya bila Kami jadikan dari setiap ummat itu seorang saksi, sedangkan kamu Kami jadikan sebagai saksi bagi mereka ….!

Ketika orang-orang kafir yang mendurhakai Rasul sama berharap kiranya mereka disamaratakan dengan bumi….! dan mereka tidak dapat merahasiakan pembicaraan dengan Allah ….!” (Q S 4 an-Nisa, 41 — 42)

Maka Rasulullah tak dapat manahan tangisnya, air matanya meleleh dan dengan tangannya diisyaratkan kepada Ibnu Mas’ud yang maksudnya, “Cukup …. cukuplah sudah, hai Ibnu Mas’ud…!”

Suatu ketika pernah pula Ibnu Mas’ud menyebut-nyebut karunia Allah kepadanya, katanya,

“Tidak suatu pun dari al-Quran itu yang diturunkan, kecuali aku mengetahui mengenai peristiwa apa diturunkannya. Dan tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang Kitab Allah daripadaku. Dan sekiranya aku tahu ada seseorang yang dapat dicapai dengan berkendaraan unta dan ia lebih tahu tentang kitabullah daripadaku, pastilah aku akan menemuinya. Tetapi aku bukanlah yang terbaik di antaramu!”

Keistimewaan Ibnu Mas’ud ini telah diakui oleh para shahabat. Amirul Mu’minin Umar berkata mengenai dirinya,

“Sungguh ilmunya tentang fiqih berlimpah-limpah.”

Dan berkata Abu Musa al-Asy’ari,

“Jangan tanyakan kepada kami sesuatu masalah, selama kiyai ini berada di antara tuan-tuan!”

Dan bukan hanya keunggulannya dalam al-Quran dan ilmu fiqih saja yang patut dapat pujian, tetapi juga keunggulannya dalam keshalihan dan ketaqwaan. Berkata Hudzaifah tentang dirinya,

“Tidak seorang pun saya lihat yang lebih mirip kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam baik dalam cara hidup, perilaku dan ketenangan jiwanya, daripada Ibnu Mas’ud ….

Dan orang-orang yang dikenal dari shahabat-shahabat Rasulullah sama mengetahui bahwa putera dari Ummi ‘Abdin adalah yang paling dekat kepada Allah ….!”

Pada suatu hari serombongan shahabat berkumpul pada Ali karamallahu wajhah (semoga Allah memuliakan wajah atau dirinya), lalu kata mereka kepadanya,

 “Wahai Amirul Mu’minin, kami tidak melihat orang yang lebih berbudi pekerti, lebih lemah-lembut dalam mengajar, begitu pun yang lebih baik pergaulannya, dan lebih shalih daripada Abdullah bin Mas’ud ….!”

Ujar Ali, “Saya minta tuan-tuan bersaksi kepada Allah, apakah ini betul-betul tulus dari hati tuan-tuan ….. 2

“Benar”, ujar mereka.

Kata Ali pula, “Ya Allah, saya mohon Engkau menjadi saksinya, bahwa saya berpendapat mengenai dirinya sepertiapa yang mereka katakan itu, atau lebih baik dari itu lagi….

Sungguh, telah dibacanya al-Quran, maka dihalalkannya barang yang halal dan dihararnkannya barang yang Haram… , seorang yang ahli dalam soal keagamaan dan luas ilmunya tentang as-Sunnah ….!”

Suatu ketika para shahabat memperkatakan pribadi Abdullah bin Mas’ud, kata mereka,

“Sungguh, sementara kita terhalang, ia diberi restu, dan sementara kita

bepergian, ia menyaksikan (tingkah laku Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam)…”.

Maksud mereka ialah bahwa Abdullah r.a. beruntung mendapat kesempatan berdekatan dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, suatu hal Yang jarang didapat oleh orang lain. la lebih sering masuk ke rumah Rasulullah dan menjadi teman duduknya.

Dan lebih-lebih lagi ia adalah tempat Rasulullah menumpahkan keluhan dan mempercayakan rahasianya, hingga ia diberi gelar “Peti Rahasia”.

Berkata Abu Musa al-Asy’ari,

“Sungguh, setiap saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, pastilah Ibnu Mas’ud berada menyertainya …”.

Adapun yang menjadi sebab ialah karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam amat menyayanginya, terutama keshalihan dan kecerdasannya Serta kebesaran jiwanya, hingga Rasulullah pernah bersabda mengenai dirinya,

 “Seandainya saya hendak mengangkat seseorung sebagai amir tanpa musyawarat dengan Kaum Muslimin, tentulah yang saya angkat itu Ibnu Umi ‘Abdin… “.

Dan telah kita kemukakan washiat Rasulullah kepada para shahabatnya,

“Berpegang teguhlah kepada ilmu Ibnu Ummi ‘Abdin!”

Maka kesayangan dan kepercayaan ini memungkinkannya untuk bergaul rapat dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, hingga ia beroleh hak yang tidak diberikannya kepada orang lain, bersabda RasulullahShallallahu Alaihi wa Sallam kepadanya,

“Saya izinkan kamu bebas dari tabir hijab…”

“Ini merupakan lampu hijau bagi Ibnu Mas’ud untuk masuk rumah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan pintunya senantiasa terbuka baginya, biar Siang maupun malam. Dan inilah yang pernah diperkatakan oleh para shahabat,

“sementara kita terhalang, ia diberi idzin, dan sementara kita bepergian, ia menyaksikan – -.”.

Dan memang Ibnu Mas’ud layak untuk memperoleh keistimewaan ini…. Karena walaupun pergaulan rapat seperti ini akan memberikan padanya keuntungan, tetapi Ibnu Mas’ud hanya bertambah khusyu’, tambah hormat dan sopan santun ….

Mungkin gambaran yang melukiskan akhlaqnya secara tepat, ialah sikapnya ketika menyampaikan Hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah beliau wafat. Walaupun ia jarang menyampaikan Hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetapi kita lihat setiap ia menggerakkan kedua bibirnya untuk mengatakan, “Saya dengar Rasulullah menyampaikan Hadits dan bersabda….”, maka tubuhnya gemetar dengan amat sangat, dan ia tampak gugup dan gelisah. Sebabnya tiada lain karena takutnya akan alpa, hingga bersalah menaruh kata di tempat yang lain ….!

Marilah kita dengarkan kawan-kawannya melukiskan gejala gejala ini! Berkatalah ‘Amar bin Maimun,

“Saya bolak-balik ke rumah Abdullah bin Mas’ud ada setahun lamanya, dan selama itu tak pernah saya dengar ia menyampaikan Hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kecuali sebuah Hadits yang disampaikannya pada suatu hari. Dari mulutnya mengalir ucapan, Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Tiba-tiba ia kelihatan gelisah hingga tampak keringat bercucuran dari keningnya. Kemudian katanya mengulangi kata-kata tadi, “Kira-kira demikianlah disabdakan oleh Rasulullah…”.

Dan bercerita Alqamah bin Qais,

Biasanya Abdullah bin Mas’ud berpidato setiap hari Kamis sore menyampaikan Hadits. Tidak pernah saya dengar ia mengucapkan, “Telah bersabda Rasulullah”, kecuali satu kali saja…. Di saat itu saya lihat ia bertelekan tongkat, dan tongkatnya itu pun bergetar dan bergerak-gerak

Dan diceritakan pula oleh Masruq mengenai Abdullah ini,

“Pada suatu hari Ibnu Mas’ud menyampaikan sebuah Hadits, katanya, “Saya dengar Rasulullah shallallahu ‘Alaihi wa Sallam “ Tiba-tiba ia jadi gemetar, dan pakaiannya bergetar pula …. Kemudian

katanya, “Atau kira-kira demikian atau kira-kira seperti itulah…”.

Nah, sampai sejauh inilah ketelitian, penghormatan dan penghargaannya kepada Rasulullah saw ….Disamping menjadi bukti ketaqwaannya, ketelitian dan penghormatannya ini merupakan tanda kecerdasannya ….!

Orang yang lebih banyak bergaul dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, penilaiannya terhadap kemuliaan Rasulullah lebih tepat… Dan itulah sebabnya adab sopan santunnya terhadap Rasulullah ketika beliau hidup, begitu pun kenangan kepada beliau setelah wafatnya, merupakan adab sopan santun satu-satunya dan tak ada duanya. –..!

Ibnu Mas’ud tak hendak berpisah dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam baik di waktu bermukim maupun di waktu bepergian. la telah turut mengambil bagian dalam setiap peperangan dan pertempuran. Dan peranannya dalam perang Badar meninggalkan kenangan yang tak dapat dilupakan, yakni rubuhnya Abu Jahal oleh tebasan pedang Kaum Muslimin pada hari yang keramat itu ….

Khalifah-khalifah dan para shahabat Rasul mengakui kedudukannya ini, hingga ia diangkat oleh Amirul Mu’minin Umar sebagai Bendaharawan di kota Kufah. Kepada penduduk waktu mengirimnya itu dikatakan,

 “Demi Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia, sungguh saya lebih mementingkan tuan-tuan daripada diriku, maka ambillah dan pelajarilah ilmu daripadanya …!”

Dan penduduk Kufah telah mencintainya, suatu hal yang belum pernah diperoleh orang-orang sebelumnya, atau orang Yang setaraf dengannya…. Sungguh, kebulatan penduduk kufah untuk mencintai seseorang, merupakan suatu hal yang mirip dengan mu’jizat …. Sebabnya ialah karena mereka biasa menentang dan memberontak, mereka tidak tahan menghadapi hidangan yang serupa …. dan tidak mampu hidup selalu dalam aman dan tenteram ….!

Dan karena kecintaan mereka kepadanya demikian rupa, sampai-sampai mereka mengerumuni dan mendesaknya sewaktu’ ia hendak diberhentikan oleh Khalifah Utsman r.a. dari jabatannya, kata mereka, “Tetaplah anda tinggal bersama kami di sini dan jangan pergi, dan kami bersedia membela anda dari malapetaka yang akan menimpa anda!”

Tetapi dengan kalimat yang menggambarkan kebesaran jiwa dan ketaqwaannya, Ibnu Mas’ud menjawab, katanya,

 “Saya harus taat kepadanya, dan di belakang hari akan timbul peristiwa-peristiwa dan fitnah, dan saya tak ingin menjadi orang yang mula-mula membukakan pintunya.!”

Pendirian mulia dan terpuji ini mengungkapkan kepada kita hubungan Ibnu Mas’ud dengan Khalifah Utsman …. Di antara mereka telah terjadi perdebatan dan perselisihan yang makin lama makin sengit, hingga gaji dan tunjangan pensiunnya ditahan dari Baitulmal…. Walau demikian namun tidak sepatah kata pun yang tidak baik keluar dari mulutnya mengenai Utsman ….

Bahkan ia berdiri sebagai pembela dan memperingatkan rakyat ketika dilihatnya persekongkolan di masa Utsman itu telah meningkat menjadi suatu pemberontakan ….

Dan ketika terbetik berita ke telinganya mengenai percobaan untuk membunuh Khalifah Utsman itu, keluarlah dari mulutnya ucapan yang terkenal,

 “Sekiranya mereka membunuhnya, maka tak ada lagi orang sebanding dengannya yang akan mereka angkat sebagai khalifah … ” ‘

Dalam pada itu di antara kawan-kawan Ibnu Mas’ud ada yang berkata, “Tak pernah saya dengar Ibnu Mas’ud mengeluarkan cercaan satu kata pun terhadap Utsman

Allah telah menganugerahinya hikmah sebagaimana telah memberinya sifat taqwa. Ia memiliki kemampuan untuk melihat jauh ke dasar yang dalam, dan mengungkapkannya secara menarik dan tepat ….

Marilah kita dengar ucapannya yang menggambarkan kesimpulan hidup yang istimewa dari Umar dengan kata-kata singkat tapi padat dan mena’jubkan, katanya,

 “Islamnya merupakan suatu kemenangan…… hijrahnya merupakan pertolongan… , sedang pemerintahannya menjadi suatu rahmat….”

Berbicara tentang apa yang dikatakan orang sekarang tentang relativitas masa, ia mengatakan,

“Bagi Tuhan kalian tiada Siang dan malam ….

Cahaya langit dan bumi itu bersumber dari cahayanya ….

Ia juga berbicara tentang pekerja dan betapa pentingnya mengangkat taraf budaya kaum pekerja ini katanya

“Saya amat benci melihat seorang laki-laki yang menganggur tak ada usahanya untuk kepentingan dunia, dan tidak pula untuk kepentingan akhirat ….”.

Dan di antara kata-katanya yang bersayap ialah,

“Sebaik-baik kaya ialah kaya hati

sebaik-baik bekal ialah taqwa;

seburuk-buruk buta ialah buta hati;

sebesar-besar dosa ialah berdusta;

sejelek-jelek usaha ialah memungut riba;

seburuk-buruk makanan ialah memakan harta anak yatim;

siapa yang merna’afkan orang akan dimaafkan Allah;

dan siapa yang mengampuni orang akan diampuni Allah ….”

Nah, itulah gambaran singkat Abdullah bin Mas’ud shahabatRoulull,ahShallallahu “Alaihi wa Sallam Dan itulah dia kilasan dari suatu kehidupan besar dan perkasa yang dilalui pemiliknya di jalan Allah dan Rasul-Nya Serta Agama-Nya ….

Itulah dia laki-laki yang ukuran tubuhnya seumpama tubuh burung merpati kurus dan pendek, hingga tinggi badannya tidak akan berapa bedanya dengan orang yang sedang duduk …

Kedua betisnya kecil dan kempis,yang tampak ketika itu memanjat dan memetik dahan pohon arak untuk digunakan sikat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Para shahabat sama menertawakannya ketika melihat kedua betisnya itu. Maka bersabdalah Rasulullah saw ,

“Tuan-tuan menertawakan betis Ibnu Masud… , keduanya di sisi Allah lebih berat timbangannya dari gunung Uhud.!”

Memang… , inilah dia orang yang berasal dari keluarga miskin, buruh upahan, kurus dan hina, tetapi keyakinan dan keimanannya telah menjadikannya salah seorang imam di antara imam-imam kebaikan, petunjuk dan cahaya ….

Ia telah dikaruniai taufiq dan ni’mat oleh Allah yang menyebabkannya termasuk dalam golongan “sepuluh orang shahabat Rasul yang mula pertama masuk Islam”, yakni orangorang yang selagi hidupnya telah menerima berita gembira beroleh ridla Allah dan surga-Nya ….

Ia telah terjun dan tak pernah absen dalam setiap perjuangan yang berakhir dengan kemenangan di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, begitu pun di masa para khalifah sepeninggal beliau. Dan ia turut menyaksikan dua buah imperium dunia membukakan pintunya dengan tunduk dan patuh dimasuki panji-panji Islam dan ajarannya ….

Disaksikannya pula jabatan-jabatan yang tersedia dan menunggu orang-orang Islam yang mau mendudukinya, begitu pun harta yang tidak terkira banyaknya bertumpuk-tumpuk di hadapan mereka, tetapi tidak satu pun yang dapat mengusik dan melupakannya dari janji yang telah diikrarkannya kepada Allah dan Rasul-Nya, atau merintanginya dari garis hidup dan ketekunan ibadat yang diliputi rasa khusyu’ dan taw adlu …..

Dan di antara keinginan dan cita-cita hidup, tidak satu pun yang menarik hatinya kecuali sebuah, yakni yang selalu dirindukan, menjadi buah bibir dan senandungnya, Serta menjadi angan-angan untuk mendapatkannya ….

Nah, marilah kita simakkan kata-katanya sendiri menceritakan hal itu kepada kita,

 “Aku bangun di tengah malam, ketika itu aku mengikuti Rasulullah di perang Tabuk…. Maka tampak olehku nyala api di arah pinggir perkemahan, lalu kudekati untuk melihatnya. Kiranya Rasulullah bersama Abu Bakar dan Umar. Rupanya mereka sedang menggali kuburan untuk Abdullah Dzulbijadain al-Muzanni yang ternyata telah wafat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ada di dalam lubang kubur itu, sementara Abu Bakar dan Umar mengulurkan jenazah kepadanya. Rasulullah bersabda, “Ulurkanlah lebih dekat padaku saudara tuan-tuan itu….! Lalu mereka mengulurkan kepadanya. Dan tatkala diletakkannya di lubang lahat, beliau berdu’a, “Ya Allah, aku telah ridla kepadanya, maka ridlai pula ia oleh-Mu…! Alangkah baiknya, sekiranya akulah, yang jadi pemilik liang kubur itu ….

Nah, itulah dia satu-satunya cita-cita yang diharapkan dan diangan-angankan selagi hidupnya ….

Dan sebagai anda ketahui, ia tak pernah mencari kesempatan untuk mendapatkan sesuatu yang dikejar-kejar dan diperebutkan orang, berupa kemuliaan, kekayaan, pengaruh atau jabatan….

Hal ini semata-mata karena cita-citanya adalah cita-cita seorang tokoh yang berhati mulia, berjiwa besar dan berkeyakinan teguh…. seorang tokoh yang mendapat petunjuk dari Allah memperoleh tuntutan dari al-Quran , dan menerima didikan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.



sumber : http://www.hasanalbanna.com/abdullah-bin-masud-yang-pertama-membaca-al-quran-dengan-merdu/
Kebun Emas 250 x 250