Berhias dengan Akhlak
oleh :
Ibnatu Husen
“Sesungguhnya
engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung” (Al qalam : 4)
Adakah
orang yang tidak menyukai perhiasan ? jawaban pertanyaan ini jelas, bahwa tidak
ada seorangpun melainkan ia menyukai perhiasan dan senang untuk tampil berhias
di hadapan siapa saja. Karena itu kita lihat banyak orang berlomba-lomba untuk memperbaiki
penampilan dirinya. Ada yang lebih mementingkan perhiasan dhahir (luar) dengan
penambahan aksesoris sepertipakaian yang bagus, make up yang mewah dan emas
permata, sehingga mengundang decak kagum orang yang melihat. Adapula yang
berupaya memperbaiki kualitas akhlak, memperbaiki dengan akhlak islami.
Yang
disebut terakhir ini tentunya bukan decak kagum manusia yang dicari, namun
karena kesadaran agamanya menghendaki demikian dengan disertai harapan
mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala. Kalaupun penampilannya
mengundang pujian orang, ia segera mengembalikannya kepada Allah karena
kepunyaan-Nyalah segala pujian dan hanya Dialah yang berhak untuk dipuji.
ISLAM
MENGUTAMAKAN AKHLAK
Mungkin
banyak diantara kita kurang memperhatikan masalah akhlak. Di satu sisi kita
mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama ini,
berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlak
kurang diperhatikan. Sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan
yang terlontar dari kalangan awwam, seperti ucapan : “Wah udah ngerti agama kok
kurang ajar sama orang tua.” Atau ucapan : “Dia sih agamanya bagus tapi sama
tetangga tidak pedulian…”, dan lain-lain.
Seharusnya
ucapan-ucapan seperti ini ataupun yang semisal dengan ini menjadi cambuk bagi
kita untuk mengoreksi diri dan membenahi akhlak. Islam bukanlah agama yang
mengabaikan akhlak, bahkan islam mementingkan akhlak. Yang perlu diingat bahwa
tauhid sebagai sisi pokok/inti islam yang memang seharusnya kita utamakan, namun
tidak berarti mengabaikan perkara penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai
hubungan yang erat. Tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap
Allah dan ini merupakan pokok inti akhlak seorang hamba. Seorang yang bertauhid
dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin sempurna
tauhid seseorang maka semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seorang
muwahhid memiliki akhlak yang buruk berarti lemah tauhidnya.
RASUL
DIUTUS UNTUK MENYEMPURNAKAN AKHLAK
Muhammad
shalallahu ‘alaihi wa salam, rasul kita yang mulia mendapat pujian Allah.
Karena ketinggian akhlak beliau sebagaimana firmanNya dalam surat Al Qalam ayat
4. bahkan beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menegaskan bahwa
kedatangannya adalah untuk menyempurnakan akhlak yang ada pada diri manusia,
“Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (HR.Ahmad,
lihat Ash Shahihah oleh Asy Syaikh al Bani no.45 dan beliau menshahihkannya).
Anas
bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan : “Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.”
(HR.Bukhari dan Muslim).
Dalam
hadits lain anas memuji beliau shalallahu ‘alahi wasallam : “Belum pernah saya
menyentuh sutra yang tebal atau tipis lebih halus dari tangan rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam. Saya juga belum pernah mencium bau yang lebih
wangi dari bau rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Selama sepuluh tahun
saya melayani rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam, belum pernah saya
dibentak atau ditegur perbuatan saya : mengapa engkau berbuat ini ? atau
mengapa engkau tidak mengerjakan itu ?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Akhlak
merupakan tolak ukur kesempurnaan iman seorang hamba sebagaimana telah
disabdakan oleh rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : “Orang mukmin yang
paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya.” (HR Tirmidzi, dari abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu, diriwayatkan juga oleh Ahmad. Disahihkan Al Bani
dalam Ash Shahihah No.284 dan 751). Dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdillah
bin amr bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma disebutkan : “Sesungguhnya sebaik-baik
kalian ialah yang terbaik akhlaknya.”
KEUTAMAAN
AKHLAK
Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat rasulullah pernah
ditanya tentang kriteria orang yang paling banyak masuk syurga. Beliau
shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Taqwa kepada Allah dan Akhlak yang
Baik.” (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Lihat Riyadus Sholihin no.627, tahqiq Rabbah dan Daqqaq).
Tatkala
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menasehati sahabatnya, beliau shalallahu
‘alahi wasallam menggandengkan antara nasehat untuk bertaqwa dengan nasehat
untuk bergaul/berakhlak yang baik kepada manusia sebagaimana hadits dari abi
dzar, ia berkata bahwa rashulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada dan balaslah perbuatan buruk
dengan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menutupi kejelekan dan
bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi, ia berkata:
hadits hasan, dan dishahihkan oleh syaikh Al Salim Al Hilali).
Dalam
timbangan (mizan) amal pada hari kiamat tidak ada yang lebih berat dari pada
aklak yang baik, sebagaimana sabda rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam : “
Sesuatu yang paling berat dalam mizan (timbangan seorang hamba) adalah akhlak
yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, dishahihkan Al Bani. Lihat ash Shahihah
Juz 2 hal 535). Juga sabda beliau : “ Sesungguhnya sesuatu yang paling utama
dalam mizan (timbangan) pada hari kiamat adalah akhlak yang baik.” (HR. Ahmad,
dishahihkan al Bani. Lihat Ash Shahihah juz 2 hal.535).
Dari
Jabir radhiallahu ‘anhu berkata : Rashulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan yang paling dekat
padaku majelisnya di hari kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya.” (HR.
Tirmidzi dengan sanad hasan. Diriwayatkan juga oleh Ahmad dan dishahihkan oleh
Ibnu Hibban. Lihat Ash shahihah Juz 2 hal 418-419).
Dari
hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang paling baik memiliki
keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap muslimah
mengambilakhlak yang baik sebagai perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran
baik atau buruk suatu akhlak bukan ditimbang menurut selera individu, bukan
pula hitam putih akhlak itu menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena
boleh jadi, yang dianggap baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan
syari’at atau sebaliknya.
Jelas
bagi kita bahwa semuanya berpatokan pada syari’at, dalam semua masalah termasuk
akhlak. Allah sebagai Pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan ilmu-Nya
apa yang mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi hamba-hamba-Nya. Wallahu
Ta’ala a’lam.
Semoga artikel ini
bermanfaat bagi kita semua, anda pun bisa mendownloadnya dalam bentuk PDF .
Download PDFIkuti Panduan Download jika anda kesulitan untuk mendownloadnya
Jika linknya sudah mati atau tidak bisa mendownload silahkan hubungi Pengelola
0 komentar:
Posting Komentar