Keutamaan sholat berjama’ah di masjid
Shalat
adalah rukun Islam kedua dan merupakan rukun Islam yang amat penting setelah
syahadatain. Shalat merupakan ibadah yang harus ditunaikan dalam waktunya yang
terbatas (shalat memiliki waktu-waktu tertentu) dan Allah memerintahkan kita
untuk selalu menjaganya. Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya
shalat bagi orang mukmin ialah kewajiban yang tertentu (telah ditetapkan)
waktunya.” (QS. An-Nisa:103)
“Jagalah
shalat-shalat(mu) dan shalat wustha, dan berdirilah untuk Allah dalam keadaan
khusyu’.” (QS. Al-Baqarah:238)
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Islam
dibangun diatas lima perkara: syahadat bahwasanya tidak ada ilah yg berhak di sembah
selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan mendirikan shalat…” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Sungguh
telah banyak kaum muslimin yang meninggalkan shalat, baik itu yang tidak
mendirikan shalat sama sekali ataupun menyia-nyiakan shalat dengan mengakhirkan
waktu shalat. Allah Ta’ala telah mengancam orang-orang yang meremehkan dan
mengakhirkan shalat dari waktunya. Allah berfirman:
“Maka
datanglah sesudah mereka (sesudah orang-orang pilihan Allah) pengganti yang
menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan
menemui (akibat) kesesatannya.” (QS. Maryam:59)
“Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) mereka yang lalai dari
shalatnya.” (QS. Al Ma’un:4-5)
Dan
hendaknya orang-orang yang masih mempunyai iman di hatinya takut akan sabda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Dari Jabir radhiallah anhu, ia
berkata:
“Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda,
‘Sesungguhnya
(batas) antara seseorang dengan syirik dan kafir adalah meninggalkan shalat’.”
(HR. Muslim)
Pada hadits
Buraidah radhiallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Perjanjian
antara kita dengan mereka ialah shalat, barangsiapa yang meninggalkannya maka
ia telah kafir.” (HR. Ahmad dan Ahlus sunan mengeluarkannya dg sanad shahih).
Sesungguhnya
shalat adalah penghubung antara hamba dengan Tuhannya. Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya
seseorang dari kamu jika sedang shalat, berarti ia bermunajat (berbicara)
kepada Tuhannya.” (HR. Bukhari).
Dalam hadits
qudsy, Allah Ta’ala berfirman:“Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku dalam
dua bagian. Bagi hamba-Ku apa yang ia minta (akan diberikan). Maka jika hambaku
mengucapkan:
‘Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam’,
Maka Allah menjawab: ‘Hamba-Ku memuji-Ku’. Jika ia mengucapkan:
‘Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang’, Allah menjawab:’Hambaku menyanjung-Ku’. Jika ia
mengucapkan:
‘Yang
menguasai hari pembalasan’, Allah menjawab:’Hamba-Ku mengagungkan-Ku’. Jika ia
mengucapkan:
‘Hanya
Engkau yang kami sembah dan hanya Engkau yang kami mohon pertolongan’, Allah
menjawab: ‘Ini bagian-Ku dan bagian hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta.’
Apabila ia membaca:
‘Tunjukilah
kami jalan yang lurus (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat ,
bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan pula (jalan) mereka yang sesat.’
Maka Allah menjawab:’Ini bagian hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia
minta.’” (HR.Muslim)
Termasuk
perkara yang menghiasi shalat adalah perintah untuk melakukan shalat
berjama’ah. Bahkan begitu pentingnya shalat berjama’ah sampai-sampai mulai
zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sampai pada zaman para imam
madzhab, mereka semua sangat memperhatikannya. Bukahkah Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wassalam sampai pernah mengucapkan keinginannya untuk menyuruh
seseorang mengimami orang-orang, dan yang lainnya mencari kayu bakar yang
kemudian akan digunakan untuk membakar rumah-rumah orang yang tidak menghadiri
shalat berjama’ah?.
Bukankah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam juga pernah bersabda:
“Barangsiapa
yang mendengar adzan, lalu ia tidak mendatanginya (ke masjid), maka tidak ada
shalat baginya.” (HR. Ibnu Majah, hadits ini shahih)
Berkata Ibnu
Mas’ud radhiallahu anhu:
“Barangsiapa
yang suka bertemu Allah kelak sebagai seorang muslim, maka hendaknya ia menjaga
shalat-shalatnya, dengan shalat-shalat itu ia dipanggil. sesungguhnya Allah
Ta’ala menggariskan kepada Nabi kalian jalan-jalan petunjuk (sunnah-sunnah).
Seandainya kalian shalat dirumah, seperti orang yang terlambat ini shalat
dirumahnya, niscaya kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian. Jika kalian
meninggalkan sunnah Nabi kalian, niscaya kalian tersesat. Dan tidaklah seorang
laki-laki bersuci dengan sempurna lalu sengaja ke masjid di antara
masjid-masjid (yang ada) kecuali Allah menuliskan baginya satu kebaikan untuk
setiap langkah yang ia ayunkan dan mengangkat pula dengannya satu derajat dan
dengannya pula dihapus satu dosa. Sebagaimana yang kalian ketahui, tak
seorangpun meninggalkannya (shalat berjama’ah) kecuali orang munafik yang nyata
kemunafikannya. Dan sungguh orang (yang berhalangan) pada masa itu, dibawa
datang (ke masjid) dengan dipapah oleh dua orang lalu diberdirikan di dalam
shaf.” (HR. Muslim)
Melaksanakan
shalat berjama’ah juga merupakan ibadah yang paling ditekankan, ketaatan
terbesar dan juga syi’ar Islam yang paling agung, tetapi banyak kalangan yang
menisbatkan diri kepada Islam meremehkan hal ini. Sikap meremehkan ini bisa
karena beberapa faktor, antara lain:
a. Mereka
tidak mengetahui apa yang disiapkan oleh Allah Ta’ala berupa ganjaran yang
besar dan pahala yang melimpah bagi orang yang shalat berjama’ah atau mereka
tidak menghayati dan tidak mengingatnya.
b. Mereka
tidak mengetahui hukum shalat berjama’ah atau pura-pura tidak mengetahuinya.
Oleh karena
itulah, dibawah ini akan saya sampaikan keutamaan-keutamaan shalat berjama’ah
dimasjid.
KEUTAMAAN
SHALAT BERJAMAH
A. Hati yang
Bergantung di Masjid akan Berada di Bawah Naungan (‘Arsy) Allah Ta’ala Pada
Hari Kiamat.
Di antara
apa yang menunjukkan keutamaan shalat berjama’ah ialah bahwa siapa yang sangat
mencintai masjid untuk menunaikan shalat berjama’ah di dalamnya, maka Allah
Ta’ala akan menaunginya di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan
kecuali naungan-Nya. Dari sahabat Abu Hurairah radhiallah anhu, dari Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
“Ada tujuh
golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari yang
tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam
beribadah kepada Rabb-nya, seseorang yang hatinya bergantung di masjid-masjid,
dua orang yang saling mencintai karena Allah berkumpul dan berpisah karena-Nya,
seseorang yang dinginkan (berzina) oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan,
maka ia mengatakan,’ Sesungguhnya aku takut kepada Allah’,seseorang yang
bersadaqah dengan sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak mengetahui
apa yang di nafkahkan oleh tangan kanannya, dan seseorang yang mengingat Allah
dalam keadaan sepi (sendiri) lalu kedua matanya berlinang.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Imam Nawawi
rahimahullah mengatakan saat menjelaskan sabdanya, “Dan seseorang yang hatinya
bergantung di masjid-masjid.”
“artinya,
sangat mencintainya dan senantiasa melaksanakan shalat berjamaah di dalamnya.
Maknanya bukan terus-menerus duduk di masjid.” (Syarh an Nawawi VII/121)
Al ‘Allamah
al ‘Aini rahimahullah menjelaska apa yang dapat dipetik dari sabda beliau
Shallallahu ‘Alaihi Wassalam ini, “Didalamnya berisi keutamaan orang yang senantiasa
berada di masjid untuk melaksanakan shalat berjama’ah, karena masjid adalah
rumah Allah dan rumah setiap orang yang bertakwa. Sudah sepatutnya siapa yang
dikunjungi memuliakan orang yang berkunjung; maka bagaimana halnya dengan Rabb
Yang Maha Pemurah?”.
B. Keutamaan
Berjalan ke Masjid untuk Melaksanakan Shalat Berjama’ah
1.
Dicatatnya langkah-langkah kaki menuju masjid.
(Rasul) yang
berbicara dengan wahyu, kekasih yang mulia Shallallahu ‘Alaihi Wassalam
menjelaskan bahwa langkah kaki seorang muslim menuju masjid akan dicatat. Imam
Muslim meriwayatkan dai Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma, ia
mengatakan,”Bani Salimah ingin pindah ke dekat masjid, sedangkan tempat
tersebut kosong. Ketika hal itu sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wassalam, maka beliau bersabda:
“Wahai Bani
Salimah! Tetaplah di pemukiman kalian, karena langkah-langkah kalian akan
dicatat.”
Mereka
mengatakan:
“Tidak ada
yang mengembirakan kami bila kami berpindah.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi
rahimahullah mengatakan dalam menjelaskan sabdanya: “Wahai Bani Salimah!
Tetaplah di pemukiman kalian, karena langkah-langkah kalian akan di catat.”
“Artinya,
tetaplah dipemukiman kalian! Sebab, jika kalian tetap di pemukiamn kalian, maka
jejak-jejak dan langkah-langkah kalian yang banyak menuju ke masjid akan
dicatat.” (Syarh an NawawiV/169)
‘Abdullah
bin Abbas radhiallahu anhuma mengatakan, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dalam sunannya, “Pemukiman kaum Anshar sangat jauh dari masjid, lalu
mereka ingin agar dekat dengannya, maka turunlah ayat ini,
“Dan Kami
menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka
tinggalkan.”(QS. Yasin:12)
Akhirnya,
mereka tetap tinggal di pemukiman mereka.” (HR.Ibnu Majah)
Pencatatan
langkah-langkah orang yang menuju masjid bukan hanya ketika ia pergi ke masjid,
tetapi juga dicatat ketika pulang darinya. Imam Muslim meriwayatkan dari Ubay
bin Ka’ab radhiallahu anhu tentang kisah seorang Anshar yang tidak pernah
tertinggal dari shalat berjama’ah, dan tidak pula ia menginginkan rumahnya
berdekatan dengan masjid, bahwa ia berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wassalam:
“Aku tidak
bergembira jika rumahku (terletak) didekat masjid. Aku ingin agar langkahku ke
masjid dan kepulanganku ketika aku kembali kepada keluargaku dicatat.”
Maka
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Allah telah menghimpun semua itu untukmu.”
(HR. Muslim)
Dalam riwayat
Ibnu Hibban:
“Allah telah
memberikan itu semua kepadamu. Allah telah memberikan kepadamu apa yang engkau
cari, semuanya.” (HR.Ibnu Majah)
2. Para
Malaikat yang mulia saling berebut untuk mencatatnya.
Diantara
dalil yang menunjukkan keutamaan berjalan ke masjid untuk menunaikan shalat
berjama’ah bahwa Allah meninggikan kedudukan langkah-langkah orang yang
(berjalan) menuju ke masjid, bahkan para Malaikat yang didekatkan (kepada
Allah) berebut untuk mencatatnya dan membawanya naik ke langit.
Imam at
Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma, ia
mengatakan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Tadi malan
Rabb-ku tabaarakta wata’aala, mendatangiku dalam rupa yang paling
indah.”(Perawi mengatakan,’Aku menduganya mengatakan,’Dalam mimpi.’). Lalu Dia
berfirman, “Wahai Muhammad! Tahukah engkau, untuk apa para Malaikat yang mulia
saling berebut?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berkata:”Aku
menjawab,’Tidak’. Lalu Dia meletakkan Tangan-Nya di antara kedua pundakku
sehingga aku merasakan kesejukannya di dadaku (atau beliau mengatakan,’Di
leherku’). Lalu aku mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi.”Dia berfirman,”Wahai Muhammad!Tahukah engkau untuk apa para Malaikat yang
mulia saling berebut?” Aku menjawab,”Ya, tentang kaffarat (perkara-perkara yang
menghapuskan dosa). Kaffarat itu adalah diam di masjid setelah melaksanakan
shalat, berjalan kaki untuk melaksanakan shalat berjama’ah, dan menyempurnakan
wudhu pada saat yang tidak disukai.” (HR. Tirmidzi, hadits ini shahih).
Seandainya
berjalan kaki untuk shalat berjama’ah tidak termasuk amal yang mulia, niscaya
para Malaikat muqarrabun tidak akan berebut untuk mencatat dan membawanya naik
ke langit.
3. Berjalan
menuju shalat berjama’ah termasuk salah satu sebab mendapatkan jaminan berupa
kehidupan yang baik dan kematian yang baik pula.
Tidak hanya
para Malaikat saling berebut untuk mencatat amalan berjalan kaki menuju shalat
berjama’ah, bahkan Allah menjadikan jaminan kehidupan yang baik dan kematian
yang baik pula. Disebutkan dalam hadist terdahulu:
“Barangsiapa
yang melakukan hal itu – yakni tiga amalan yang disebutkan dalam hadits, di
antaranya berjalan kaki menuju shalat berjama’ah – maka ia hidup dengan baik
dan mati dengan baik pula.”
Betapa besar
jaminan ini! Kehidupan yang baikdan kematian yang baik. siapakah yang
menjanjikan hal itu? Dia-lah Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada seorangpun
yang lebih menepati janji selain Dia.
4. Berjalan
menuju shalar berjama’ah termasuk salah satu sebab dihapuskannya
kesalahan-kesalahan dan ditinggikannya derajat.
Diriwayatkan
oleh Imam Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Maukah aku
tunjukkan kepada kalian tentang perkara yang akan menghapuskan
kesalahan-kesalahan dan juga mengangkat beberapa derajat?” Para sahabat
menjawab,”Tentu, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,”Menyempurnakan wudhu’ pada
saat yang tidak disukai, banyak melangkah ke masjid-masjid, dan menunggu shalat
setelah melaksanakan shalat. Maka, itulah ar-tibath (berjuang di jalan Allah).”
(HR. Muslim).
Ar-ribath
pada asalnya -sebagaimana dikatakan oleh al Imam Ibnul Atsir–adalah berdiri
untuk berjihad untuk memerangi musuh, mengikat kuda dan menyiapkannya. Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menyerupakan dengannya apa yang telah disebutkan
berupa amal-amal shalih dan peribadahan dengannya. Penyerupaan ini juga
menegaskan besarnya kedudukan tiga amalan yang tersebut didalam hadits, di
antaranya banyak melangkah ke masjid.
Keutaman ini
juga berlaku untuk seseorang yang melangkah keluar dari masjid, Imam Ahmad
rahimahullah meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Amr radhiallahu anhuma, ia
mengatakan,”Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang pergi menuju masjid untuk shalat berjama’ah, maka satu langkah akan
menghapuskan satu kesalahan dan satu langkah lainnya akan ditulis sebagai satu
kebajikan untuknya, baik ketika pergi maupun pulangnya.”(HR. Ahmad, hadits ini
shahih).
5. Pahala
orang yang keluar dalam keadaan suci (telah berwudhu) untuk melaksanakan shalat
berjama’ah seperti pahala orang yang melaksanakan haji dan umrah.
Imam Ahmad
dan Abu Dawud meriwayatkan , dari sahabat Abu Umamah radhiallahu anhu. Ia
mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang keluar dari rumahnya menuju masjid dalam keadaan bersuci (telah berwudhu’)
untuk melaksanakan shalat fardhu (berjama’ah), maka pahalanya seperti pahala
orang yang melaksanakan haji dan ihram.” (Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al
Albani).
Zainul ‘Arab
mengatakan dalam menjelaskan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: “Seperti
pahala orang yang melaksanakan haji dan ihram,” “Yakni, pahalanya sempurna.”
(‘Aunul Ma’buud II/357)
Allaahu
Akbar, jika sedemikian besarnya pahala orang yang keluar untuk menunaikan
shalat berjama’ah , maka bagaimana halnya pahala melakukan shalat berjama’ah?
6. Orang
yang keluar (menuju masjid) untuk melaksanakan shalat berjama’ah berada dalam
jaminan Allah Ta’ala.
Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjelaskan bahwa orang yang keluar menuju shalat
berjama’ah berada dalam jaminan Allah Ta’ala. Imam bu Dawud rahimahullah
meriwayatkan dari Abu Umamah radhiallahu anhu, dari Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
“Ada tiga
golongan yang semuanya dijamin oleh Allah Ta’ala, yaitu orang yang keluar untuk
berperang di jalan Allah, maka ia dijamin oleh Allah hingga Dia mewafatkannya
lalu memasukkannya ke dalam Surga atau mengembalikannya dengan membawa pahala
dan ghanimah, kemudian orang yang pergi ke masjid, maka ia dijamin oleh Allah
hingga Dia mewafatkannya lalau memasukkannya ke dalam Surga atau
mengembalikannya dengan membawa pahala, dan orang yang masuk rumahnya dengan
mengucapkan salam, maka ia dijamin oleh Allah.” (HR. Abu Dawud, di shahihkan
oleh syaikh al Albani)
7. Orang
yang keluar untuk melaksanakan shalat berjama’ah berada dalam shalat hingga
kembali ke rumah.
Imam Ibnu
Khuzaimah meriwayatkan dalam shahihnya dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, ia
mengatakan,”Abul Qasim Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jika salah
seorang dari kalian berwudhu’ di rumahnya, kemudian datang ke masjid, maka ia
berada dalam shalat hingga ia kembali. Oleh karenanya, jangan mengatakan
demikian-seraya menjaringkann diantara jari-jemarinya-.” (HR. Ibnu Khuzaimah,
di shahihkan oleh Syaikh al Albani)
8. Kabar
gembira bagi orang-orang yang berjalan di kegelapan (untuk melaksanakan shalat
berjama’ah) dengan memperoleh cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.
Imam Ibnu
Majah meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad as Sa’di radhiallahu anhu, ia mengatakan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Hendaklah
orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid bergembira dengan
(mendapatkan) cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (HR.Ibnu Majah, syaikh al
Albani menilainya shahih)
Ath Thayyibi
rahimahullah mengatakan,” Tentang disifatinya cahaya dengan kesempurnaan dan
pembatasannya dengan (terjadinya di) hari Kiamat, mengisyaratkan kepada wajah
kaum mukminin pada hari Kiamat, sebagaimana dalam firman Allah:
“Sedang
cahaya mereka memancar dihadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka
mengatakan,’Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami.’” (QS. At
Tahriim:8) (dinukil dari ‘Aunul Ma’buud II/268)
Disampaing
itu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan kepada semua pihak agar
memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju
masjid dengan kabar gembira yang besar ini. Imam Abu Dawud meriwayatkan dari
Buraidah radhiallahu anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid
dengan cahay (yang akan diperolehnya) pada hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud, di
shahihkan oleh Syaikh al Albani)
Al-‘Allamah
‘Abdur Ra-uf al Munawi rahimahullah menjelaskan hadits ini, “Ketika mereka
berjalan dalam kesulitan karena senantiasa berjalan dalam kegelapan malam
menuju ketaatan, maka mereka diberi balasan berupa cahay yang menerangi mereka
pada hari Kiamat.” (Faidhul Qadiir III/201).
9. Allah menyiapkan
persinggahan di Surga bagi siapa yang pergi menuju masjid atau pulang
(darinya).
Di
riwayatkan dari asy Syaikhan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
“Barangsiapa
yang pergi ke masjid dan pulang (darinya), maka Allah menyiapkan untuknya
persinggahan di Surga setiap kali pergi dan pulang.” (Muttafaq ‘alaih, lafazh
ini milik Bukhari).
Jika
persinggahan orang yang pergi menuju masjid atau pulang darinya disiapkan oleh
Allah, Rabb langit dan bumi serta Pencipta alam semesta seluruhnya, maka
bagaimana persingahan itu??
C. Orang
Yang Datang ke Masjid adalah Tamu Allah Ta’ala
Di antara
apa yang menunjukkan keutamaan shalat berjama’ah di masjid adalah apa yang dijelaskan
oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bahwa orang yang datang ke masjid adalah
tamu Allah Ta’ala, dan yang dikunjungi wajib memuliakan tamunya. Imam ath
Thabrani meriwayatkan dari Salman radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang berwudhu’ di rumahnya dengan sempurna kemudian mendatangi masjid, maka ia
adalah tamu Allah, dan siapa yang di kunjunginya wajib memuliakan tamunya.”
(HR. ath Thabrani)
Bagaimana
cara Allah memuliakan tamu-Nya, sedangkan Dia adalah Rabb yang paling Pemurah,
Penguasa langit dan bumi? Para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
juga menegaskan hal ini. Imam Ibnul Mubarak rahimahullah meriwayatkan dari ‘Amr
bin Maimun, ia mengatakan, “Para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
mengatakan,’Rumah Allah di bumi adalah masjid, dan Allah wajib memuliakan siapa
yang mengunjungi-Nya di dalamnya.’” (Kiitab az Zuhd)
D. Allah
Ta’ala Bergembira dengan Kedatangan Hamba-Nya ke Masjid untuk Melaksanakan
Shalat Berjama’ah
Imam Ibnu
Khuzaimah meriwayatkan dari Abu Hurairah radiallahu anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Tidaklah
salah seorang dari kalian berwudhu’ dengan baik dan sempurna kemudian
mendatangi masjid, ia tidak menginginkan kecuali shalat di dalamnya, melainkan
Allah bergembira kepadanya sebagaimana keluarga orang yang pergi jauh
bergembira dengan kedatangannya.” (HR.Ibnu Khuzaimah, dishahihkan oleh Syaikh
al Albani)
Imam Ibnul
Atsir rahimahullah mengatakan,”Al Bassyu adalah kegembiraan kawan dengan
kawannya, lemah lembut dalam persoalan dan penyambutannya. Ini adalah
permisalan yang dibuat tentang penyambutan Allah kepadanya dengan karunia-Nya,
mendekatkannya (kepadanya) dan memuliakannya.” (An-Nihaayah fii Ghariibil
Hadits wal Atsar I/130).
E. Keutamaan
Menunggu Shalat
Orang yang
duduk menunggu shalat, maka ia berada dalam shalat dan Malaikat memohonkan
ampunan serta memohonkan rahmat untuknya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda:
“Salah
seorang dari kalian duduk untuk menunggu shalat, maka ia berada dalam shalat
selagi belum berhadats, dan para Malaikat berdo’a untuknya:’Ya Allah!
Berikanlah ampunan kepadanya, ya Allah! Rahmatilah ia’.” (HR. Muslim).
F. Keutamaan
Shaf-Shaf Pertama
Shalat
berjama’ah di shaf-shaf terdepan, terutama shaf-shaf pertama, memiliki
keutamaan yang sangat banyak. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah
menjelaskan hal itu dalam sejumlah hadist, diantaranya hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Seandainya
manusia mengetahui pahala yang terdapat pada adzan dan shaf pertama, kemudian
mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan melakukan undian, niscaya mereka akn
melakukan undian.” (HR. Bukhari)
Al Hafizh
Ibnu hajar al Asqalani rahimahullah mengatakan,” Abu asy Syaikh menambahkan
dalam riwayatnya dari jalan al A’raj, dari Abu Hurairah radhiallahu anhu:
‘Berupa
kebaikan dan keberkahan.’”(Fathul Baari II/96)
Ath Thayyibi
memberikan ta’liq (komentar) atas hadits yang mulia ini, “Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wassalam tidak menjelaskan keutamaannya, hal ini menunjukkan kepada
sesuatu yang sangat mendalam dan termasuk sesuatu yang tidak dapat disifati.
Demikian pula penggambaran keadaan perlombaan dengan undian di dalamnya,
merupakan sesuatu yang mendalam. Karena ini tidak terjadi kecuali pada sesuatu
yang diperlombakan oleh orang-orang yang saling berlomba.” (Dinukil dari Syarh
al Kirmaani li Shahiih al Bukhari V/16)
1.
Shaff-shaff pertama seperti shaffnya Malaikat
Imam Abu
Dawud meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya
shaf pertama seperti shaffnya Malaikat. Seandainya kalian mengetahui
keutamaannya, niscaya kalian berlomba-lomba kepadanya.” (HR.Abu Dawud, Ahmad)
Syaikh Ahmad
Abdurrahman al Banna berkata ketika menjelaskan sabdaya:”Seperti shaff
Malaikat” “Yakni dalam hal kedekatan kepada Allah Ta’ala, turunnya rahmat,
kesempurnaan, dan kelurusannya.” (Buluughul Amaani min Asraaril Fat-h ar
Rabbani V/171)
2. Allah dan
Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff-shaff terdepan
Dalam hadits
riwayat Imam Ahmad dari Abu Umamah radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya
Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff pertama. “ Mereka (para
sahabat) berkata,”Wahai Rasulullah, dan juga kepada shaff kedua?” Beliau
menjawab,” Sesunguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff
pertama.” Mereka berkata,” Wahai Rasulullah, dan juga kepada shaff kedua?” Beliau
menjawab,” Dan kepada shaff kedua.” (HR. Ahmad, di hasankan oleh Syaikh al
Albani)
Makna
shalawat Allah atas mereka-sebagaimana dikatakan oleh Imam ar Raghib al
Ashfahani-bahwasanya Allah menyucikan mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan
shalawat Malaikat-sebagaimana dinyatakan oleh Imam al Ashfahani- adalah do’a
dan istighfar. (Al-Mufradaat fii Ghariibil Qur’an, topic ash shalah, hal 285)
Allahu
Akbar! Betapa bahagianya orang yang berada di shaff terdepan dalam shalat
berjama’ah lalu Allah menyucikannya dan para Malaikat mendo’akan serta
memohonkan ampunan untuknya! Ya Allah! Masukkanlah kami ke dalam golongan
mereka.
3. Nabi yang
mulia Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bershalawat (memohonkan ampun) kepada shaff
pertama dan kedua
Imam an
Nasa-i meriwayatkan dari al ‘Irbadh bin Sariyah radhiallahu anhu, dari
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Bahwa
beliau bershalawat kepada shaff pertama sebanyak tiga kali dan kepada shaff
kedua satu kali.” (HR. an Nasa-i, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)
Makna bahwa
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bershalawat sebanyak tiga kali-sebagaimana
dikatakan oleh al ‘Allamah as Sindi- bahwa beliau mendo’akan mereka agar
mendapatkan rahmat dan memohonkan ampunan untuk mereka sebanyak tiga kali.
(Lihat Haasyiyah al Imam as Sindi II/93)
Betapa
bahagianya orang yang dido’akan dan dimohonkan ampunan oleh kekasih Rabb
semesta alam dan manusia pertama dan terakhir yang paling mulia bagi-Nya.
Shalawat dan salam senantiasa terlimpah atasnya.
G. Keutamaan
Shaff-Shaff Sebelah Kanan
Imam Abu
Dawud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu anha, ia mengatakan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya
Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada shaff-shaff sebelah kanan.” (HR.
Adu Dawud dan Ibnu Majah, hadits ini di hasankan oleh al Mundziri dan Ibnu
Hajar)
Para sahabat
radhiallahu anhum senang berada disebelah kanan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam ketika shalat di belakang beliau. Imam Abu Dawud meriwayatkan dari
al-Barra’ radhiallahu anhu, ia mengatakan:
“Jika kami
shalat di belakang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, maka kami senang
(jika) berada disebelah kanan beliau, lalu beliau menghadapkan wajahnya kepada
kami.” (HR. Abu Dawud, di shahihkan oleh Syaikh al Albani)
Al ‘Allamah
Muhammad Syamsul Haqq memberikan ta’liq (komentar) atas penuturan al Barra’
radhiallahu anhu,”Karena shaff bagian kanan lebih utama dank arena Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menghadapkan wajahnya kepada kami ketika salam
pertama sebelum menghadap orang yang berada di sebelah kirinya.” (‘Aunul
Ma’buud II/322-323)
H. Allah
Ta’ala Kagum Terhadap Shalat Berjama’ah
Imam Ahmad
meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma, ia mengatakan, “Aku
mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
‘Sesungguhnya
Allah benar-benar kagum terhadap shalat berjama’ah.’” (HR. Ahmad, Syaikh Ahmad
Syakir mengatakan, “Sanadnya hasan.”)
I. Keutamaan
Mengucapkan “Aamiin” Bersama Imam
Imam al
Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jika imam
mengucapkan :’Ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladhdhaalliin’ maka
ucapkanlah:’Aaamiin.’ Karena, barangsiapa yang ucapannya menyelarasi ucapan
Malaikat, maka diampuni dosanya yang telah lalu.’”(HR. Bukhari)
Bukan hanya
dosanya yang telah lalu saja yang diampuni oleh Allah Ta’ala bahkan do’a
orang-orang yang mengucapkan Aamiin dalam shalat berjama’ah akan dikabulkan.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Musa al Asy’ari radhiallahu anhu, ia
mengatakan,” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkhutbah kepada kami,
lalu beliau menjelaskan Sunnah dan mengajarkan shalat kepada kami dengan
sabdanya:
‘Jika kalian
shalat, maka luruskanlah shaff-shaff kalian, kemudian hendaklah salah seorang
dari kalian menjadi imam kalian. Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah. Jika ia
mengucapkan: ’Ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladhdhaalliin’ ,ucapkanlah:
’Aamiin’, maka Allah mengabulkan (untuk) kalian.” (HR. Muslim)
Betapa besar
pahala orang-orang yang mengucapkan “Aamiin” dalam shalat jama’ah! Yaitu
dikabulkan oleh Allah Yang Mahakuasa, Maha Menentukan, Yang Maha Esa, lagi
bergantung kepada-Nya seluruh makhluk.
J. Pengampunan
Dosa bagi Siapa yang Shalat Berjama’ah Setelah Menyempurnakan Wudhu’
Imam Muslim
meriwayatkan dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu anhu, ia mengatakan,”Aku
mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
‘Barangsiapa
yang berwudhu’ dengan sempurna, kemudian berjalan untuk mengerjakan shalat
fardhu lalu mengerjakannya bersama orang-orang atau bersama jama’ah atau di
masjid, maka Allah mengampuni dosa-dosanya.’” (HR. Muslim)
K. Keutamaan
Shalat Berjama’ah Dibandingkan Shalat Sendirian
Imam Bukhari
meriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudri radhiallahu anhu bahwa ia mendengar Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Shalat
berjama’ah itu lebih utama 25 derajat dibandingkan shalat sendirian.” (HR.
Bukhari)
Disebutkan
dalam sebuah riwayat bahwa ia lebih utama 27 derajat. Imam al Bukhari
meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Shalat
berjama’ah itu lebih utama 27 derajat dibandingkan shalat sendirian.” (Ibid
II/131, no.645)
Para
Ulama-semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan-telah mengkompromikan di
antara dua riwayat yang menyebutkan 25 dan 27, dengan berbagai sudut pandang.
Barangkali tinjauan terbaik bahwa keutamaan itu berbeda-beda tergantung
perbedaan keadaan orang-orang shalat. Terkadang shalat sesorang mendapatkan 25
derajat, dan sebagian lainnya mendapatkan 27 derajat, tergantung kesempurnaan
shalat, ia memelihara tata caranya, kekhusyu’annya, banyaknya (jumlah)
jama’ahnya, keutamaan mereka, kemuliaan tempat dan sejenisnya. Wallaahu a’lam
bish shawaab.
Sebagian
ulama menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan derajat-derajat tersebut, di
antaranya adalah al Hafizh Ibnu Hajar yang menyatakan,”Aku telah memperbaiki
apa yang telah aku kumpulkan tentangnya, dan aku telah membuang apa yang tidak
dikhususkan dengan shalat berjama’ah.” (Fathul Baari II/133).
Sebab-sebab
yang disebutkan oleh al Hafizh Ibnu Hajar adalah sebagai berikut:
1. Menjawab
mu-adzin dengan niat shalat berjama’ah.
2. Bersegera
kepadanya di awal waktu.
3. Berjalan
ke masjid dengan tenang.
4. Masuk
masjid dengan berdo’a.
5. Shalat
Tahiyyatul Masjid ketika memasukinya.
6. Menunggu
shalat berjama’ah.
7. Malaikat
bershalawat (berdo’a) dan memohon ampunan untuknya.
8. Malaikat
bersaksi untuknya.
9. Menjawab
iqamat.
10. Selamat
dari syaitan ketika melarikan diri pada saat iqamat.
11. Berdiri
untuk menunggu imam melakukan takbiratul ihram, atau memulai bersamanya dalam
keadaan apapun yang dilihatnya pada shalat itu.
12. Demikian
pula mengikuti takbiratul ihram (bersama imam).
13.
Meluruskan shaff dan mengisi shaff yang masih kosong.
14. Menjawab
imam ketika mengucapkan:”Sami’allaahu liman hamidah,” (dengan
mengucapkan:”Rabbanaa wa lakal hamdu…”).
15. Pada
umumnya aman dari kelalaian, dan mengingatkan imam ketika lalai dengan tasbih
atau memberitahukan kepadanya.
16. Pada
umumnya memperoleh kekhusyu’an dan selamat dari kelalaian.
17. Pada
umumnya memperbaiki keadaan.
18. Diliputi
oleh pada Malaikat.
19. Berlatih
mentajwidkan bacaan al Qur’an dan mempelajari rukun-rukun serta hal-hal
lainnya.
20.
Menampakkan syi’ar-syi’ar Islam.
21.
Menjdikan syaitan murka dengan cara berkumpul untuk beribadah, tolong menolong
dalam ketaatan, dan memberi semangat orang yang bermalas-malasan.
22. Selamat
dari sifat munafik dan berburuk sangka kepada selainnya bahwa ia sebenarnya ia
sebenarnya meninggalkan shalat.
23.
Mengucapkan salam setelah imam berkata salam.
24. Memetik
manfaat dari berkumpulnya mereka atas do’a dan dzikir, serta kembalinya
keberkahan orang yang sempurna atas orang yang tidak sempurna..
25. Tegaknya
sistem persatuan di antara tetangga dan keakraban mereka terealisir pada
waktu-waktu shalat. (Lihat Fathul Baari II/133-134)
Kemudian, al
Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, ”Inilah 25 perkara yang pada masing-masing
darinya terdapat perintah atau anjuran khusus tentangnya. Dan tersisa darinya
dua hal yang khusus pada shalat yang di jaharkan, yaitu diam dan mendengarkan
bacaan imam, dan ta’min (mengucapkan amin) bersama imam agar menyelarasi ta’min
Malaikat.” (Ibid II/134).
L. Shalat
Berjama’ah Dapat Melindungi Hamba dari Gangguan Syaitan
Imam Ahmad
meriwayatkan dari Muadz bin Jabal Radhiallahu anhu bahwa Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Syaitan
adalah serigala pemangsa manusia sebagaimana serigala pemangsa kambing yang
menangkap kambing yang jauh lagi sendirian. Oleh karena itu janganlah
bercerai-berai, dan tetaplah berjama’ah bersama orang-orang dan masjid.” (HR.
Ahmad,Syaikh Ahmad Abdurramah al Banna mengatakan, ”Diriwayatkan oleh Abdur
Razzaq dan sanadnya jayyid (bagus)”).
Yakni bahwa
syaitan itu merusak dan membinasakan manusia dengan godaannya sebagaimana
serigala yang merusak jika ia menangkap seekor kambing. (Buluughul Amaani
V/175-176).
Tetaplah
berjama’ah artinya, Yakni tetaplah pada apa yang dianut oleh jama’ah Ahlus
Sunnah dalam segala hal, diantaranya adalah berjama’ah dalam shalat. (Ibid,
V/176).
M.
Bertambahnya Keutamaan Shalat Berjama’ah dengan Bertambahnya Jumlah Jama’ah
Shalat
Imam Abu
Dawud meriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya
shalat seseorang bersama orang lain lebih baik daripada shalat sendirian.
Shalat bersama dua orang itu lebih baik daripada shalat bersama seseorang. Dan
jumlah yang lebih banyak, maka hal itu lebih disukai oleh Allah ‘Azza wa
Jalla.” (HR. Abu Dawud dan an Nasa-i)
Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjelaskan dalam hadits lainnya bahwa derajat
orang-orang yang shalat dengan berjama’ah itu lebih baik dan lebih utama
daripada shalatnya orang-orang yang jumlahnya berkali-kali lipat lebih banyak
(dibandingkan mereka) bila mereka shalat sendir-sendiri. Imama al Bazzar
meriwayatkan dari Qabbats bin Asyim al Laitsi radhiallahu anhu, ia mengatakan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Dua orang
yang mengerjakan shalat yang salah seorang dari keduanya menjadi imam bagi
sahabatnya, lebih baik disisi Allah daripada empat orang yang mengerjakan
shalat dengan sendiri-sendiri. Empat orang mengerjakan shalat yang diimami oleh
salah seorang dari kalian itu lebih baik disisi Allah daripada delapan orang
yang mengerjakan shalat dengan sendiri-sendiri. Delapan orang yang mengerjakan
shalat yang diimami oleh salah seorang dari mereka, lebih baik di sisi Allah
daripada seratus orang yang mengerjakan shalat dengan sendiri-sendiri.” (HR. al
Bazzar,Al Hafizh al Mundziri mengatakan,” Diriwayatkan oleh al Bazzar dan ath
Thabrani dengan sanad laa ba’sa bihi (tidak mengapa))
N. Dua
Kebebasan bagi Siapa yang Shalat Selama 40 Hari dengan Mendapatkan Takbiratul
Ihram (Bersama Imam)
Imam at
Tirmidzi meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, ia mengatakan,
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang shalat selama 40 hari secara berjama’ah dengan mendapatkan Takbiratul
Ihram, maka ditulis untuknya dua kebebasan, yaitu kebebasan dari api Neraka dan
kebebasan dari sifat munafik.” (HR.at Tirmidzi,dan dihasankan oleh Syaikh al
Albani).
Al Allamah
ath Thayyibi menjelaskan hadits ini,”Ia dilindungi di dunia ini dari melakukan
perbuatan kemunafikan dan diberi taufiq untuk melakukan amalan kaum ikhlas.
Sedangkan di akhirat, ia dilindungi dari adzab yang ditimpakan kepada orang
munafik, dan diberi kesaksian bahwa ia bukan seorang munafik. Yakni jika kaum
munafik melakukan shalat, maka mereka shalat dengan bermalas-malasan. Dan
keadaannya ini berbeda dengan keadaan mereka.” (Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi
I/201).
O. Keutamaan
Shalat ‘Isya, Subuh dan ‘Ashar Berjama’ah
Disamping
apa yang telah kami disebutkan dari keutamaan shalat berjama’ah, maka tercantum
pula dalam sebagian hadits yang menunjukkan bahwa melaksanakan shalay ‘Isya’,
Shubuh, dan ‘Ashar berjama’ah memiliki keutamaan dan pahala yang besar. Tentang
besarnya pahala shalat Isya’ dan Subuh berjama’ah, Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Seandainya
mereka mengetahui pahala yang terdapat dalam shalat al ‘Atamah (‘Isya’) dan
Shubuh, niscaya mereka mendatangi keduanya walaupun dengan merangkak.” (HR. Asy
Syaikhan dari Abu Hurairah)
Imam an
Nawawi memberikan ta’liq di atas hadits ini,”Hadits ini berisikan anjuran yang
sangat untuk menghadiri jama’ah dua shalat ini.” (Syarh an nawawi IV/158)
Berikut ini
adalah hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan shalat ‘Isya’, Shubuh
dan ‘Ashar yang dilakukan secara berjama’ah.
1. Shalat
‘Isya’ berjama’ah seperti qiyam (shalat) separuh malam, dan shalat Shubuh dan
‘Isya’ berjama’ah seperti qiyamul lail sepanjang malam.
Imam Muslim
meriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Umrah, ia mengatakan, “Utsman bin Affan
radhiallhu anhu masuk masjid setelah melaksanakan shalat Maghrib, lalu ia duduk
sendirian, kemudian aku duduk mendekatinya, maka dia mengatakan,’Wahai
keponakanku! Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
‘Barangsiapa
yang melaksanakan shalat ‘Isya berjama’ah, maka ia seolah-olah melaksanakan
shalat separuh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan shalat Shubuh dengan
berjama’ah, maka ia seolah-olah melaksanakan shalat sepanjang malam..’” (HR.
Muslim)
Maksud dari
sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, ”Dan barangsiapa yang melaksanakan
shalat Shubuh dengan berjama’ah, maka ia seolah-olah melaksanakan shalat
sepanjang malam,” yakni siapa yang melaksanakan shalat Shubuh berjama’ah
setelah shalat ‘Isya’ berjama’ah, maka ia seolah-olah melaksanakan shalat
sepanjang malam.
Hal ini
ditegaskan dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam at Tirmidzi
dan Imam Ibnul Mundzir dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu anhu, ia mengatakan
bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
yang melaksanakan shalat ‘Isya secara berjama’ah, maka ia seolah-olah melakukan
qiyam separuh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan shalat ‘Isya’ dan Shubuh
secara berjama’ah, maka ia seperti melakukan qiyam satu malam.” (HR. Abu
Dawud,lafazh ini miliknya, dishahihkan oleh Syaikh al Albani)
Dan
disebutkan dari sebagian sahabat radhiallahu anhum, mereka berpendapat bahwa
melaksanakan shalat ‘Isya’ dan Shubuh secara berjama’ah itu lebih utama
dibandingkan shalat sepanjang malam. Imam Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari
Amirul Mukminin Umar bin Khaththab radhiallahu anhu bahwa di mengatakan,
”Sesungguhnya aku menunaikan shalat ‘Isya dan shalat Shubuh secara berjama’ah itu
lebih aku sukai daripada aku menghidupkan malam (dengan qiyamul lail) di antara
keduanya.” (Al Mushannaf, kitab ash Shalawaat, fit Takhalluf fil ‘Isyaa-i wal
Fajri wa Fadhli Hudhuurihima I/333)
Amirul
Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan,”Aku Shalat Fajar dan
‘Isya yang terakhir dengan berjama’ah lebih aku sukai daripada aku menghidupkan
malam (dengan qiyamul lail) di antara keduanya.” (Ar Raudhun Nadhiir Syarh
Majmuu’il Fiqhil Kabiir II/116)
Apakah
shalat Shubuh berjama’ah lebih utama dari shalat ‘Isya’ berjama’ah?
Imam Ibnu
Khuzaimah meriwayatkan bahwa shalat Shubuh berjama’ah lebih utama dari shalat
‘Isya’ berjama’ah. Ia menyebutkan dalam kitab Shahiihnya, sebuah hadits dari
‘Utsman radhiallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam bersabda:
Barangsiapa
yang melaksanakan shalat ‘Isya’ secara berjama’ah, maka ia seperti menunaikan
shalat separuh malam dan siapa yang melaksanakan shalat Shubuh secara
berjama’ah, maka ia seperti menunaikan shalat satu malam.”(HR. Ibnu Khuzaimah)
Tentang hal
ini, al Hafizh al Mundziri memberikan taliq atas hadits Abu Dawud (yg telah
disebutkan), “ Lafazh yang diriwayatkan oleh Abu Dawud menafsirkan dan
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sabdanya:’Barngasiapa yang melaksanakan
shalat Shubuh secara berjama’ah, maka ia seolah-olah menunaikan shalat
sepanjang malam,’ yakni siapa yang melaksanakan shalat Shubuh dan ‘Isya’.’
Semua jalan
periwayatan hadits menegaskan hal itu, dan masing-masing dari keduanya
berkedudukan separuh malam, serta berkumpulnya keduanya berkedudukan satu
amalam.” (Mukhtashar Sunan Abi Dawud I/293, lihat juga Faidhul Qadir, alManawi
IV/165 dan Tuhfatul Ahwadzi, al Mubarakfuri I/191)
2. Malaikat
menyertai orang yang mula-mula (paling awal) pergi ke masjid.
Imam Abu
‘Ashim dan Imam Abu Nu’aim meriwayatkan dari Maitsam radhiallahu ‘anhu, seorang
sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Ia mengatakan, “Aku mendapat kabar
bahwa satu Malaikat pergi dengan membawa panjinya bersama orang yang mula-mula
(paling awal) pergi ke masjid. Malaikat tetap membawa panji itu bersamanya
hingga ia pulang, lalu membawanya masuk ke rumahnya. Sedangkan syaitan membawa
panjinya ke pasar bersama orang yang mula-mula (paling awal) pergi. Syaitan
terus membawa panji itu bersamanya hingga dia pulang, lalu memasukkannya ke
dalam rumahnya.” (Dinukil dari at Targhiib wat Tarhiib, Al Hafizh Ibnu Hajar
mengatakan,”Sanad hadits ini mauquf shahih.”)
3. Shalat
Shubuh berjama’ah dicatat dalam shalatnya kaum yang berbakti, dan orang-orang
yang mengerjakannya dicatat sebagai utusan ar Rahmaan.
Diriwayatkan
oleh Imam ath Thabani dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wassalam, beliau bersabda:
“Barangsiapa
yang berwudhu’ kemudian pergi ke masjid, lalu shalat dua rakaat sebelum Shubuh
kemudian duduk hingga (dilakuannya) shalat Shubuh, maka shalatnya pada hari itu
dicatat sebagai shalaynya kaum yang berbakti dan ia dicatat sebagai utusan ar
Rahmaan.” (HR. ath Thabrani, dan dihasankan oleh Syaikh al Albani)
4. Orang
yang shalat Shubuh dengan berjama’ah berada dalam jaminan Allah
Imam ath
Thabrani meriwayatkan dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Siapa yang
melaksanakan shalat Shubuh berjama’ah, maka ia berada dalam jaminan Allah.
Barangsiapa yang membatalkan jaminan Allah, maka Allah menyungkurkan wajahnya
di dalam Neraka.” (HR. ath Thabrani)
Betapa kuat
dan mulianya jaminan ini! Jaminan Allah Yang Maha Esa, Mahakuasa, Mahaperkasa,
Mahatinggi lagi Maha Menentukan. Ya Allah, jangan halangi kami untuk
mendapatkannya
Al ‘Allamah
‘Abdurrahman al Mubarakfuri mengatakan dalam menjelaskan sabdanya Shalallahu
‘Alaihi Wassalam,” Maka ia berada dalam jaminan Allah,” yakni dalam jaminan dan
keamanan-Nya di dunia dan akhirat.” (Tuhfatul Ahwaadzi I/192)
Sabda Beliau
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, “Barangsiapa yang membatalkan jaminan Allah, maka
Allah menyungkurkan wajahnya di dalam neraka,” menurut para ulama memiliki dua
makna: Pertama, yang dimaksud dengan “jaminan Allah” adalah shalat yang
menyebabkan rasa aman. Artinya, jangan meninggalkan shalat Shubuh berjama’ah
dan jangan meremehkannya, sehingga perjanjian yang terjalin antara kalian
dengan Rabb kalian menjadi batal, lalu Allah menyungkurkan wajah kalian di
dalam Neraka.
Kedua, siapa
yang shalat Shubuh berjama’ah, maka ia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena
itu, janganlah kalian merintanginya dengan sesuatupun. Sebab, jika kalian
merintanginya, maka Allah menyungkurkan wajah kalian di Neraka. (Lihat Faidhul
Qadiir VI/164, AL ‘Allamah al Munawi)
5. Orang
yang shalat Shubuh berjama’ah mendapatkan pahala haji dan umrah, jika ia duduk
untuk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian shalat dua raka’at.
Di antara
hal yang juga menunjukkan keutamaan shalat Shubuh berjama’ah adalah apa yang
dijelaskan oleh orang yang berkata-kata dengan wahyu, yaitu Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, bahwa barangsiapa yang melakukan tiga amalan, maka
ia mendapatkan pahala haji dan umrah. Ketiga amal tersebut adalah:
a. Shalat
Shubuh berjama’ah.
b. Duduk di
masjid untuk berdzikir kepada Allah setelahnya hingga matahari terbit.
c.
Melaksanakan shalat dua raka’at setelah matahari terbit.
Imam ath
Thabrani meriwayatkan dari Abu Umamah radhiallahu ‘amhu, ia mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa
melaksanakan shalat Shubuh berjama’ah, kemudian duduk untuk berdzikir kepada
Allah hingga matahari terbit, kemudian berdiri untuk menunaikan shalat dua
raka’at, maka ia mendapatkan pahala haji dan umrah.” (HR. ath Thabrani, Al
Hafizh al Mundziri mengatakan,” Hadits ini diriwayatkan ole hath Thabrani dan
sanadnya jayyid (bagus).”)
6. Malaikat
malam dan Malaikat siang berkumpul pada waktu Shubuh dan Ashar serta mereka
memohonkan ampun untuk orang-orang yang melaksanakan keduanya dengan
berjama’ah.
Adapun
tentang berkumpulnya mereka dalam shalat Shubuh, Imam al Bukhari meriwayatkan
dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan,”Aku mendengar Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
‘Shalat
berjama’ah lebih utama 25 derajat daripada shalat yang engkau lakukan
sendirian, serta Malaikat malam dan Malaikat siang berkumpul pada waktu shalat
Shubuh.’”
Kemudian Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu mengatakan:
“Jika kalian
suka, bacalah ‘Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (para Malaikat).” (HR.
Bukhari)
Adapun
mengenai berkumpulnya mereka pada waktu shalat Shubuh dan ‘Ashar, Imam Muslim
meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Mereka
datang rombongan demi rombongan di tengah kalian, yaitu Malaikat malam dan
Malaikat siang. Mereka berkumpul pada waktu shalat Shubuh dan shalat ‘Ashar.
Kemudian mereka yang bertugas pada malam hari di tengah kalian naik, lalu Rabb
mereka bertanya kepada mereka, padahal Dia lebih mengetahui tentang mereka
(hamba-hambaNya),’Bagaimana kalian meninggalkan hamba-hamba-Ku?’ Mereka
menjawab, ‘Kami meninggalkan mereka dalam keadaan shalat dan kami mendatangi
mereka juga dalam keadaan shalat.’” (HR. Muslim)
Imam an
Nawawi rahimahullah mengatakan, (ta’liq atas hadits ini), “Adapun berkumpulnya
mereka pada shalat Shubuh dan ‘Ashar, maka ini termasuk belas kasih Allah
terhadap hamba-hambaNya yang beriman dan kemurahan untuk mereka. Yaitu
menjadikan berkumpulnya para Malaikat di sisi mereka dan berpisah dengan mereka
pada waktu-waktu ibadah dan berkumpulnya mereka dalam ketaatan kepada Rabb
mereka. Sehingga para Malaikat bersaksi untuk mereka dengan kebaikan yang
mereka saksikan.” (Syarh an Nawawi V/133)
Adapun
istighfar Malaikat bagi siapa yang melaksanakan shalat Shubuh dan ‘Ashar
berjama’ah, disebutkan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah: “Mereka mengatakan,
‘Kami
mendatangi mereka dalam keadaan shalat dan kami meninggalkan mereka juga dalam
keadaan shalat; maka ampunilah mereka pada hari Pembalasan.’”(HR. Ibnu
Khuzaimah, dan dishahihkan oleh Syiakh Albani)
Betapa
bahagianya orang yang dimintakan ampunan oleh para Malaikat Allah Yang Maha
Pemurah! Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan mereka. Aamiin, ya Rabbal
‘aalamiin
Ikuti Panduan Download jika anda kesulitan untuk mendownloadnya
Jika linknya sudah mati atau tidak bisa mendownload silahkan hubungi Pengelola
Semoga panduan ini bermanfaat bagi kita semua, anda pun bisa mendownloadnya
dalam bentuk PDF .
Download PDFIkuti Panduan Download jika anda kesulitan untuk mendownloadnya
Jika linknya sudah mati atau tidak bisa mendownload silahkan hubungi Pengelola
0 komentar:
Posting Komentar